RADAR JOGJA – Tim kuasa hukum terdakwa Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri Gabriella Yuan Ana meminta Hakim Pengadilan Tipikor mempertimbangkan penerapan pasal. Dalam kasus ini Gabriella dijerat dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU 31/1999 jo Pasal 2 UU 20/2001 jo 64 KUHP. Padahal idealnya menerapkan Pasal 13 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Salah satu tim kuasa hukum terdakwa Sofian Muhammad menuturkan, penerapan Pasal 5 harusnya kepada terdakwa Eka Safitra. Sebab, statusnya sebagai jaksa fungsional dan anggota Tim Pengawal Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4D) Kejari Kota Jogja.
”Penerapan Pasal 5 UU Tipikor rasanya tidak relevan dalam fakta-fakta persidangan. Kami menganggap lebih relevan dengan Pasal 13 UU Tipikor . Pasal 5 itu lebih terkait tindak pidana yang memenuhi unsur saksi Eka Safitra,” jelasnya ditemui usai persidangan, Kamis (9/1).
Inti dari Pasal 13, lanjutnya, berupa tentang pemberian upeti. Sebagai peserta lelang, Gabriella mengaku telah memberikan upeti kepada Eka Safitra. Hanya saja posisi ini, posisi Eka Safitra sebagai jaksa. Beda perkara jika posisinya sebagai personal Dinas PUPKP Kota Jogja.
Untuk Pasal 5, pemberian suap langsung kepada pemilik proyek. Sehingga peluang mmenangkan proyek sangatlah besar. Padahal dalam kasus ini, Gabriella mengklaim belum pernah bertemu pihak penyelenggara lelang proyek Soepomo CS.
”Kenapa Pasal 13, karena terdakwa (Gabriella) memberikan upeti (kepada Eka Safitra) sebagai jaksa bukan sebagai orang PU. Apalagi ini klien kami belum pernah bertemu penyelenggara lelang. Buktinya uang tidak sampai sana dan dari sana (BLP dan DPUPKP Kota Jogja) tidak ada yang ditangkap,” tegasnya.
Salah satu acuan adalah fakta aliran upeti. Seluruhnya masuk ke kantong pribadi Eka Safitra. Tiga kali penyerahan upeti langsung diterima oleh sang jaksa. Dalam penyidikan juga terbukti tidak ada aliran dana kepada pemilik proyek.
“Ditambah lagi klien kami telah mengembalikan uang muka beserta bunganya. Sehingga sama sekali tidak merugikan negara. Malah klien kami rugi karena proyek dibatalkan. Ini harusnya jadi pertimbangan,” harapnya.
Atas pertimbangan ini, kuasa hukum meminta kebijakan putusan persidangan. Berupa sanksi hukum yang seringan-ringannya. Alibinya terdakwa Gabriella terkecoh dan termakan bujuk rayu terdakwa Eka Safitra. Padahal dalam proyek ini, Eka bukan sebagai penentu kebijakan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bayu Satriyo memastikan tuntutan hukum telah sesuai. Penerapan Pasal 5 telah sesuai dengan fakta-fakta penyidikan. Walau begitu dia tidak mempermasalahkan keberatan dari tim kuasa hukum terdakwa Gabriella.
Dalam kesempatan ini Bayu juga menjawab sedikit hipotesa kuasa hukum terdakwa. Berupa tidak ada penahanan kepada tim pemenang lelang, BLP dan DPUPKP Kota Jogja. Dia meminta agar menunggu proses persidangan.
”Perannya (pemilik proyek) nanti di persidangan saja, termasuk aliran dana. Tentang pemeriksaan eksekutif dan legislatif belum muncul, lihat di persidangan. Insyaallah akan ada,” katanya. (dwi/ila)