RADAR JOGJA – Dirreskrimum Polda DIJ Kombespol Burkan Rudi Satria mengakui sosok pendiri Kraton Agung Sejagat Totok Santoso pernah memiliki catatan di wilayah kerjanya. Kala itu Burkan masih menjabat sebagai Kapolres Sleman medio 2016 hingga 2017.

Burkan menuturkan, Totok pernah mendirikan sebuah organisasi bernama Jogja DEC. Fokus dari organisasi ini menggalang dana dari warga. Lokasinya berpindah-pindah, mulai di kawasan Ngaglik hingga Seyegan.

“Saya tidak tahu pasti apakah sosok ini orang yang sama. Itu tiga tahun lalu, tapi namanya iya Totok. Dulu sempat diawasi karena pergerakannya meresahkan warga. Ada pola rekruitmen,” jelasnya, Selasa (14/1).

Saat menjabat sebagai Kapolres Sleman, Burkan pernah bertindak tegas. Walau hanya sebatas pemantauan dan pembubaran kegiatan. Tujuannya agar tak muncul konflik di kalangan masyarakat.

Saat itu pola pendekatannya menggunakan pembinaan masyarakat. Selama pemantauan ini, Burkan tak pernah berkomunikasi langsung dengan Totok. Walau begitu informasi tetap terus masuk ke jajarannya.

“Iya (aktif memantau) di Seyegan pernah kami bubarkan. Saya tidak pernah berkomunikasi langsung dengan pak Totok. Cuma ada informasi itu (Jogja DEC) yang membuat masyarakat resah,” ujarnya.

Perwira menengah tiga melati ini menceritakan kasus kala itu. Jogja DEC sempat melakukan rekruitmen. Polanya setiap anggota wajib menyetorkan uang sebesar Rp 50 ribu per bulan. Timbal baliknya berupa gaji bulanan.

Iming-iming yang digunakan adalah harta peninggalan Presiden RI pertama Soekarno. Kelompok tersebut pernah menggelar sebuah pertemuan namun dengan cepat dibubarkan petugas.

“Kami bubarkan secara persuasif tapi pindah-pindah. Sempat akan mengadakan agenda di Graha Sarina Vidi, tapi bisa kami gagalkan. Kalau tidak salah dulu logonya mirip milik PBB,” katanya.

Pola pergerakan saat itu tak hanya di wilayah Jogjakarta. Tercatat pula Jogja DEC terlacak hingga Kendal, Jawa Tengah. Pola yang digunakan sama. Berupa penarikan dana kepada anggota kelompok.

“Nggak ada yang diuntungkan dari pola itu. Sesuatu yang dijanjikan tidak masuk akal. Waktu itu kalau nggak salah beberapa kali berubah bentuk,” ujarnya.

Terkait fenomena Kraton Agung Sejagat, Burkan tidak berkomentar banyak. Terlebih lokasinya berada di Purworejo, Jawa Tengah. Walau begitu jajarannya siap menampung laporan dari masyarakat. Terutama jika ada aksi yang dirasa merugikan.

“Sejauh ini belum ada laporan,” katanya singkat.

Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Kridhamardawa KPH Notonegoro turut berkomentar atas munculnya kerajaan tersebut. Walau singkat tapi Kanjeng Noto, sapaannya, memastikan Keraton Agung Sejagat tak ada sangkut pautnya dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Secara personal, Kanjeng Noto tak mengenal sosok Totok yang mengaku sebagai raja. Baik sebagai personal maupun dengan gelar kerajaannya. Dia mengatakan pihaknya memilih diam dan menyerahkan kepada instansi yang berwenang.

“Kalau lihat dari namanya kami tidak kenal. Baik itu nama asli maupun gelar. Sampai saat ini juga belum dengar kalau beliau (Totok) klaim abdi dalem Jogja. Termasuk abdi dalem yang terlibat. Kalaupun ada akan kami konfirmasikan,” jelasnya. (dwi/tif)