RADAR JOGJA – Awal tahun ini Pemkab Gunungkidul memiliki pekerjaan rumah cukup berat. Salah satunya terkait penyakit antraks. Hasil uji laboratorium dari sampel luka yang dikirim ke Balai Besar Veteriner (BBVET) Bogor, Jawa Barat, menyebut sampel luka yang diambil dari puluhan pasien suspect dinyatakan positif antraks.
Menyikapi hal ini, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul membuat surat edaran (SE) kepada masyarakat. Isinya meminta untuk tidak mengonsumsi hewan ternak sakit dan mati mendadak.
Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul Sumitro mengatakan, isu antraks muncul sejak 27 Desember 2019. Sehari setelah mendapatkan laporan tim one healt yang terdiri atas lintas sektoral langsung turun ke lapangan.
Mendeteksi orang berisiko karena bersinggungan langsung dengan hewan terpapar antraks. Seperti mengonsumsi, menyembelih dan membersihkan hewan ternak. Empat Januari lalu berhasil menemukan 540 orang terpapar antraks di Dusun Ngerejek Wetan dan 60 orang di Semanu.
“Dari jumalah itu yang ada suspect gejala klinisinya ada 87 orang. Dari 87 orang diambil darahnya 54 orang, swipe luka 11 orang. Yang positif antraks ada 27 orang, untuk yang diswipe lukanya negatif (antraks),” kata Sumitro dalam jumpa pers Penanganan Antraks Kabupaten Gunungkidul di Kecamatan Playen, Rabu (15/1).
Dari 27 orang sebagian besar terpapar antraks pada kulit. Sebagian di antaranya gabungan antara kulit dan pernapasan. Antraks sendiri bisa menyerang kulit, pernapasan dan pencernaan. Bila tidak diobati secara benar bisa menyebabkan kematian karena komplikasi. Namun bila diketahui sejak awal bisa diobati sampai sembuh.
“Jika menyerang kulit, dibiarkan saja dalam waktu dua minggu akan sembuh sempurna. Tapi kita tidak mengetahui apakah ada komplikasi atau tidak,” ujarnya.
Disinggung mengenai penanganan pasien positif antraks, sekarang sudah diberikan antibiotik profilaksis lanjutan sampai 20 hari. Kemudian untuk yang gejala diberikan antibiotik. Selain itu, mereka yang positif dicek ulang darahya ke BBVET Bogor.
“Antraks tidak menular antarmanusia. Sampai saat ini kami tidak menemukan data penularan manusia ke manusia. Mereka biasa seperti hidup seperti manusia pada umumnya, tidak ada isolasi,” ungkapnya.
Disinggung mengenai pasien meninggal beberapa waktu lalu, Sumitro menyebut hasil laboratorium negatif antraks. Meninggal dunia karena penyakit meningitis. Namun diakui pasien meninggal merupakan pemilik sapi postitif antraks, dan ikut mengonsumsi daging serta membersihkan kandang. “Sebagai upaya pencegahan, bersama Dinas Pertanian dan Pangan terus melakukan sosialisasi,” terangnya.
Selain itu, melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat. Pihaknya membuat surat edaran kepada masyarakat kepada masyarakat untuk tidak mengonsumsi hewan yang sakit atau memasak daging harus dimasak secara matang.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Gunungkidul Kelik Yuniantoro mengaku masih berkoordinasi dengan provinsi terkait pengaturan lalu lintas hewan ternak. Apakah nanti hewan ternak bisa keluar masuk ke Gunungkidul atau tidak. “Masyarakat tidak perlu takut. Yang penting jangan mengonsumsi hewan ternak mati mendadak,” tandas Kelik. (gun/laz)