RADAR JOGJA – Fenomena konflik sosial berupa maraknya aksi kejahatan jalanan atau klithih di DIJ mendapat sorotan khusus DPR RI. Dalam pertemuan Ketua DPR Puan Maharani dan Gubernur Hamengku Buwono X, masalah ini juga dibahas tersendiri.

Ketua DPR Puan Maharani menganggap keluarga perlu menjadi benteng sosial untuk mencegah maraknya fenomena itu. “Konflik sosial, termasuk klithih menjadi hal yang dibicarakan. Klithih sudah dilakukan penanganan secara menyeluruh oleh gubernur DIJ beserta jajarannya,” ujar Puan usai bertemu Gubernur HB X di Kepatihan, Senin (20/1).

Menurut Puan, keluarga harus menjadi pondasi agar anak bisa mendapatkan perhatian orang tua dan lingkungannya. Jangan biarkan anak tidak mendapat perhatian sebagaimana yang diharapkan.

Untuk menangani permasalahan, perlu dilakukan sinergi dan koordinasi beragam elemen guna memperkuat ketahanan keluarga. Penanganan konflik sosial dianggap penting karena DIJ dikenal sebagai kota pelajar.

Imbasnya DIJ menjadi salah satu daerah tujuan belajar bagi anak dari beragam daerah. “Jogja harus mampu menjadi acuan atau barometer sebagai daerah yang ramah untuk pelajar,” tandasnya.

Gubernur HB X menuturkan, penegakan hukum yang dilakukan kepolisian belum cukup untuk memberantas aksi klithih yang sudah tahap meresahkan masyartakat itu. Ada permasalahan mendasar yakni komunikasi antaranggota keluarga yang minim.

HB X mengaku masih menyempurnakan pembentukan kelompok kerja (pokja) keluarga tangguh dengan melibatkan psikolog dan akademisi bidang sosial guna membangun dialog dengan orang tua. Dialog misalnya ditujukan bagi orang tua yang anaknya pernah menjadi pelaku klithih.

“Kami cari orang tua dan saudaranya (pelaku klithih), kira-kira ada problem apa,” jelasnya. Cara ini juga menjadi wujud pembinaan bagi para pelaku klithih.

Gubernur mengatakan pihaknya juga sedang merancang Peraturan Gubernur (Pergub) guna mengawasi anak dengan melibatkan pembinaan orang tua. “Misal orang tua pergi lebih dari tiga hari, maka anak harus dititipkan kepada tetangganya bagi yang belum berusia 18 tahun,” katanya.

Harapan dengan adanya Pergub, orang tua bisa membangun hubungan baik pada anggota keluarganya. Menurutnya, di tengah perkembangan teknologi gadget, telah mengubah pola komunikasi antara orang tua dan anak.

Anggota keluarga saat ini bahkan lebih asyik bermain gadget-nya sendiri daripada membangun komunikasi. “Saya khawatir ini akan melepaskan hubungan kekerabatan, sehingga di rumah anak juga tidak nyaman,” jelasnya. (tor/laz)