RADAR JOGJA – Batu besar yang diklaim kelompok Keraton Agung Sejagat (KAS) sebagai prasasti disorot masyarakat. Keberadaan prasasti yang berada di dalam kompleks bangunan KAS tersebut dinilai tidak sesuai dengan budaya di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo.
Keberadaan bangunan yang diklaim sebagai keraton menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Bahkan, muncul wacana agar batu yang di atasnya dipahat lambang KAS, tapak kaki, dan tulisan Jawa tersebut dihancurkan.
Selama ini batu itu dikeramatkan oleh pengikut KAS. Sedangkan warga Pogung Jurutengah menolak keberadaan baru tersebut. Sebab, batu itu dinilai sebagai barang mistis dan kerap digunakan untuk ritual oleh pengikut KAS.
Kepala Desa Pogung Jurutengah Slamet Riyadi mengungkapkan, saat ini masyarakat terbelah dalam dua sikap terkait keberadaan bangunan KAS. Ada sebagian masyarakat yang menolak. Namun, ada sebagian lainnya yang menerima keberadaan KAS.
Warga yang menolak mendasarkan pada ideologi. Sedangkan warga yang menerima menyatakan bangunan KAS bisa menarik dan dapat menjadi ikon wisata di desa setempat.
“Yang kontra ingin agar barang bekas keraton itu dihilangkan,” tutur Slamet, Rabu (22/1).
Slamet mengungkapkan, pemerintah desa yang dipimpinnya memang sedang merintis sebuah destinasi wisata. Namun, dia menolak keberadaan bangunan KAS itu sebagai salah satu destinasi yang akan dimunculkan.
“Kami tengah menanam tanaman anggur dan kelengkeng untuk agrowisata,” imbuh Slamet.
Kemunculan KAS, diakuinya, memang telah membuat nama desanya menjadi lebih terkenal. Namun, pemerintah desa belum memiliki rencana untuk mengelola lokasi tersebut.
“Kalau sampai ini jadi tempat wisata, kami belum tahu. Karena ini ada pemiliknya. Kami belum melakukan komunikasi dengan Pak Chikmawan selaku pemilik,” imbuh Slamet.
Di awal keberadaan KAS, Slamet mengaku sebenarnya senang. Sebab, dia memproleh penjelasan bahwa KAS akan menjadi destinasi wisata. Namun, dalam perkembangannya ternyata muncul istilah kerajaan dan ada ritual-ritual yang dilaksanakan pimpinan dan pengikutnya.
“Kalau tidak ada istilah itu, sebenarnya kami welcome sekali,” katanya. (bud/amd)