RADAR JOGJA – Di era modern ini pengetahuan tentang budaya, pakem berbusana gaya Jogja misalnya. Hal tersebut yang mendorong Komunitas Perempuan Berkebaya Jogja menggelar Ngadibusana Pakem Gagrak Jogja dan Solo di Hotel Sriwedari, Sleman, Minggu (26/1). Tujannya untuk mengedukasi masyarakat tentang tata cara pemakaian kebaya dan esensinya. Tak hanya anggota komunitas, acara ini juga diikuti masyarakat umum.
Pembicara utama dalam acara ini adalah RAy Kusswantyasningrum. Seorang abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang menekuni dunia tata rias sejak 1989. Sejak berusia sembilan tahun dia sudah mendalami budaya adat berbusana. Tyas memaparkan cara berbusana kebaya sesuai aturan yang disebut Pakem Gagrak Jogja atau Pakem Gagrak Solo. Dia menyayangkan berbagai variasi kebaya yang ada sekarang ini adalah cara pemakaian yang salah.
“Busana tradisional jangan sampai dirusak dengan kekinian. Kalau modifikasi, mangga. Akan tetapi memang harus ribet, inilah cara priyayi zaman dulu agar putri-putri Jogja dan Solo keliatan gandes, luwes dan kewes,” jelas Tyas yang memiliki nama paring dalem Nyi Raden Wedono Retno Adiningtyas.
“Esensinya memang itu, agar pemakainya menjiwai dan jadi anggun,” tambahnya.
Selain talk show, Tyas mempraktikkan pula pemakaian kebaya sesuai pakem Jogja dan Solo, termasuk perbedaan-perbedaan dari keduanya. Misalnya, sesuai kebiasaan priayi zaman dulu, busana tangkepan dengan lengan 3/4 hanya boleh dipakai di dalam rumah. Diterangkan pula cara memakai jarik yang baik dan benar. Mulai dari arah lipatan jarik, arah motif Jogja atau Solo, membuat wiru, ketepatan jumlah wiru, dan lain-lain.
“Bahkan ada tata cara duduk ketika mengenakan kebaya, ini juga esensi dari diciptakannya kebaya, supaya pemakainya menjaga sikap dan sopan santun,” ujar Tyas.
Ketua Komunitas Perempuan Berkebaya Jogja Tinuk Suhartini mengatakan, jika pakem tidak dipelajari dengan benar akan membelokkan esensi berkebaya, membelokkan visi berkebaya juga. Harapannya dengan adanya acara ini masyarakat biasa mengaplikasikannya dalam budaya modern saat ini,” jelasnya.
Dia melihat variasi kebaya masa kini semakin banyak namun semakin jauh pula yang menyimpang dari pakemnya. Untuk melestarikan kebudayaan Jogja, Tinuk menyarankan masyarakat umum agar mengenakan kebaya dengan sesuai pakem, khususnya dalam acara formal. (sky/tif)