RADAR JOGJA – Camat Depok Abu Bakar meminta masyarakat tabayun atas isu yang muncul ke permukaan. Pernyataan ini guna menjawab munculnya aksi penolakan peribadahan di Hartono Mall. Faktanya lokasi peribadahan tersebut bersifat temporer bukan permanen.
Mantan Camat Gamping dan Prambanan ini juga telah mengecek lokasi. Dia mengakui ada sejumlah tempat yang digunakan sebagai peribadahan. Hanya, tak didominasi oleh satu agama saja. Terbukti sejumlah agenda keagamaan pernah diselenggarakan di lokasi tersebut.
“Jadi itu sebenarnya ruangan multi fungsi, bukan rumah ibadah. Ada di lantai tiga mal. Pernah dipakai pengajian, lalu salat Jumat dan ibadah teman-teman Nasrani. Memang gedung serbaguna bukan gereja,” jelasnya ditemui di Kantor Kecamatan Depok, Rabu (12/2).
Abu memastikan pemanfaatan ruangan tak melanggar Peraturan Bupati Sleman Nomor 12.2 Tahun 2019 Tentang Izin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadah dan Tempat Ibadah. Dia meminta agar seluruh pihak tak terburu-buru menjustifikasi.
Jajarannya telah memfasilitasi mediasi. Terutama dari masyarakat kepada pengelola gedung dan penyewa ruangan. Prinsip utama adalah mengedepankan toleransi. Beracuan pada nilai dan semangat persatuan kesatuan bangsa.
“Dari ormas yang pertanyakan izinnya permanen atau accidental. Ternyata dari keterangan penyewa, sudah dipastikan ibadah accidental hanya setiap Minggu saja,” ujarnya.
Staf bagian operasional Hartono Mall Agus Tri Waluyo mengaku siap terbuka. Pihaknya juga akan meminta keterangan dari penyewa dan pengguna ruangan. Namun, untuk saat ini dia memastikan belum ada peralihan status menjadi rumah ibadah.
“Tetap harus kroscek dulu tentang adanya keluhan itu. Saat ini belum bisa menjawab secara detail. Detail pemanfaatan juga kurang begitu tahu, tapi saya pastikan statusnya gedung serbaguna,” katanya.
Kasus ini mencuat seiring unggahan di website Warta Jemaat GKI Gejayan Jogjakarta. Dalam unggahan tersebut tercantum nama Hartono Mall sebagai lokasi kebaktian. Tertulis ada dua jadwal peribadahan pada hari Minggu. Unggahan itu lantas diprotes oleh ormas keagamaan yang mempertanyakan peralihan fungsi menjadi rumah ibadah. (dwi/ila)