RADAR JOGJA  – Sekilas sosok Muhammad Erwin Althaf terlihat seperti pemuda pada umumnya. Terlihat berenergik dan bersemangat menjalani aktivitas. Namun siapa sangka, Althaf, sapaannya, memiliki kelebihan. Berupa tuna rungu parsial. Dia hanya bisa mendengar suara dengan desibel tinggi.

Tapi dibalik itu semua, Althaf adalah sosok yang sangat berprestasi. Pemuda kelahiran Semarang 30 januari 1995 ini berhasil berhasil meraih cumlaude dengan IPK 3,51 dari Fakultas Peternakan UGM.

“Parsial itu bisa mendengar tapi dengan desibel tinggi. Seperti bunyi klason, tepuk tangan, dan keriuhan,” katanya, ditemui di Fortakgama UGM Jogjakarta, Rabu (19/2).

Anak pasangan Edi Sumarwanto dan Eny Rusdaningsih ini mengakui perkuliahan menjadi tantangan tersendiri. Terutama dalam menerima beragam materi dari dosen pengajar. Untungnya teman-teman sekelasnya turut membantu.

Tak hanya itu, para dosen juga menyesuaikan diri. Materi perkuliahan kerap hadir dalam wujud materi presentasi. Terkadang juga hadir dalam tulisan di papan tulis kelas. Tentunya ini sangat memudahkan Althaf dalam menempuh pendidikannya.

“Kadang ada dosen yang kelupaan. Menjelaskan tapi tidak pakai tampilan visual atau materi berbeda dengan power pointnya. Tapi untung dibantu sama teman-teman sekelas,” ujar anak kedua dari tiga bersaudara.

Edi Sumarwanto sangat bersyukur anaknya bisa diterima di UGM. Sebagai orangtua, dia mengakui tak mudah mencarikan lembaga pendidikan untuk anaknya. Pengalaman pahit pernah dia terima saat mendaftarkan di jenjang SD hingga SMA. Rata-rata menolak dengan alasan fasilitas.

Pria yang berprofesi sebagai dokter ini menuturkan Althaf berkebutuhan khusus sejak lahir. Walau begitu tak ada perlakukan berbeda. Kasih sayang dan fasilitas tetap diberikan seutuhnya. Termasuk dalam bidang pendidikan.

“Dalam bidang pendidikan, Alhtaf itu sangat mandiri. Memiliki tekad yang kuat untuk terus belajar. Bahkan dia memilih untuk sekolah sejak jenjang SMA di Jogjakarta. Lalu lanjut UGM tanpa tes melalui jalur SNMPTN undangan,” katanya.

Dia turut berpesan kepada orang tua lainnya bahwa berkebutuhan khusus adalah sebuah anugerah. Para orang tua, lanjutnya, wajib menjaga dan merawat. Termasuk memberikan kasih sayang yang berlimpah. Edi meyakini semua anak berhak menunjukan prestasi dan kemampuan, apapun kondisinya.

 “Jangan batasi ruang gerak anak berkebutuhan khusus. Terkadang ada yang tidak tepat pendekatannya. Padahal anak punya hak yang sama. Termasuk dalam bidang prestasi jadi jangan dihalang-halangi,” pesannya. (dwi/tif)