RADAR JOGJA – Guna mendukung pengembangan sekolah secara optimal, Tanoto Foundation bersama Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mulai melatih sekolah mitra di Sleman melalui program Pengembangan Inovasi untuk Kualitas Pembelajaran (PINTAR). Bertempat di Hotel Grand Keisha, Sabtu (31/2) hingga Senin (2/3). Diikuti perwakilan sembilan sekolah dari SDN Ambarukmo, SDN Deresan, SDN Demak Ijo 1, SDN Sendangadi 1, SDN Sendangadi Timur, SDN Catur Tunggal, SMPN 3 Sleman, SMPN 2 Mlati dan SMPN 1 Depok.

Koordinator Program PINTAR Tanoto Foundation Jawa Tengah dan DIJ Nurkolis mengatakan, melakukan perubahan sistematis di sekolah dapat dimulai dari merubah mindset tentang manajemen di sekolah tersebut. Langkah pertama dengan merevitalisasi kolaborasi peran serta masyarakat dengan sekolah dalam pengelolaan pendidikan. Langkah ini dinilai sangat tepat, mengacu pada hasil penelitian bahwa kolaborasi dalam manajemen sekolah sangat berperan besar bagi peningkatan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, dalam pelatihan ini melibatkan pengawas, kepala sekolah, komite sekolah dan guru senior.

“Dalam pelatihan ini kami menguatkan pada kepemimpinan untuk pembelajaran, penguatan budaya baca, dan partisipasi masyarakat. Kolaborasi kecil dalam pelatihan ini dilakukan dengan mengundang dan melatih kepala sekolah, komite sekolah dan guru senior. Karena mereka yang nanti akan menjadi penggerak utama dalam perubahan manajemen di sekolah,” jelasnya.

Doktor bidang manajemen pendidikan ini menjelaskan, banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengungkit capaian sekolah. Salah satunya dengan menggandeng pihak luar untuk pengembangan budaya baca, seperti bermitra dengan Perpusda dan pihak swasta lainnya.

Sekolah didorong untuk memberikan kemudahan banyak pihak untuk memperoleh informasi yang transparan dan akuntabel. Nurkolis mencontohkan, laporan dan program pengembangan ditempel di tempat umum yang mudah diakses dan merepresentasikan pertanggung jawaban.

“Kepala sekolah dan komite sekolah juga dilatih dan dibekali untuk banyak melakukan kunjungan ke kelas dalam kaitan melakukan supervisi akademik kepada gurunya. Dengan cara ini mereka akan segera tahu permasalahan di kelas, di sekolah dan bisa memberikan solusi kepada guru yang siswanya menghadapi masalah pembelajaran,” ungkapnya.

Peserta pelatihan didampingi untuk lebih banyak mendiskusikan pengembangan sekolah dan saling memberi masukan. Dia menegaskan kegiatan ini lebih banyak diisi praktik daripada teori.

“Perbandingannya yaitu 70 persen praktik dan 30 persen teori, sehingga peserta lebih banyak menggali potensi sesuai konteks institusinya sendiri,” tandasnya. (tif)