RADAR JOGJA – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DIJ Pembajoen Setiyaning Astutie memastikan alat pelindung diri (APD) kiriman pemerintah pusat telah terdistribusi. Prosesnya menerapkan skema on demand. Artinya pengiriman berdasarkan pendataan kebutuhan masing-masing rumah sakit.

Hanya saja diakui olehnya pendistribusian ini tak bisa merata. Dalam artian tidak semua tenaga medis mendapatkan APD. Hanya yang masuk dalam skala prioritas. Terutama yang memilik peran berhadapan langsung dengan pasien dengan pengawasan (PDP) maupun positif Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

“APD didistribusikan ke Rumah Sakit secara on demand, jadi kita menerima data Rumah Sakit mana saja yang membutuhkan lalu kita akan berikan. Namun demikian, harus jelas peruntukan APD itu akan digunakan untuk siapa saja. Kalau kami berikan 10, maka harus tahu 10 itu untuk apa saja,” jelasnya, Kamis (2/4).

Pertimbangan inilah yang membuat jajarannya selektif dalam mendistribusikan ADP. Tujuannya agar bantuan ini tepat sasaran. Terutama bagi para tenaga medis, paramedis dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di area infeksius.
Dia tak menampik permasalahan ini menimbulkan permasalahan tersendiri. Salah satunya anggapan bahwa Dinkes lambat dalam mendistribusikan APD. Tak hanya dari masyarakat tapi juga para relawan yang juga sama-sama berjuang melawan Covid-19.

“List data yang lengkap akan membantu kami dalam membuat perencanaan kebutuhan dan pendistribusian. Terkadang kami diminta untuk mengirimkan APD dengan jumlah tertentu, namun ketika kami meminta rincian datanya, feedback lama diberikan,” kilahnya.

Terkait pelaksanaan Rapid Diagnostic Test (RDT) tetap ada skema khusus. Pengecekan Covid-19 diprioritaskan kepada tenaga medis. Lapis kedua adalah individu yang kerap melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19.

Untuk saat ini Jogjakarta mendapatkan jatah sekitar 14 ribu RDT kit dari pemerintah pusat. Distribusi perangkat ini tak ubahnya APD. Tetap berdasarkan data permintaan dari kabupaten, kota dan rumah sakit.

“Kami kirimkan berdasar permintaan dari kabupaten kota, maupun rumah sakit. Tetap disertai data, karena RDT dilakukan termasuk untuk mereka yang berstatus sebagai ODP hasil tracing pasien positif (Covid-19),” katanya.

Dalam kesempatan ini Pembajoen mengapresiasi inisiatif pembuatan APD mandiri. Terlebih perlengkapan ini didistribusikan kepada tenaga medis di seluruh rumah sakit rujukan di Jogjakarta. Tentunya bantuan ini akan mempermudah tenaga medis dalam bekerja.

Di satu sisi dia berharap rumah sakit tetap melaporkan adanya bantuan APD agar pendistribusian APD dari pemerintah bisa merata. Terutama bagi rumah sakit yang menggantungkan sepenuhnya bantuan APD dari pemerintah.

“Itu inisiatif yang sangat bagus dari masyarakat. Tapi rumah sakit tetap lapor ke Dinkes. Agar pendistribusian APD secara adil bagi RS yang membutuhkan terutama yang hanya tergantung support dari pemerintah,” ujarnya. (dwi/tif)