RADAR JOGJA – Skema Pemerintah Provinsi (Pemprov) DIJ menangani persebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) semakin matang. Tak hanya dalam tenaga medis dan sarana prasarana tapi juga tempat pembatasan sosial. Lokasi ini untuk menampung para pendatang yang berasal dari sejumlah daerah terpapar Covid-19.

Gubernur DIJ Hamengku Buwono X menuturkan ada beberapa opsi tempat. Salah satunya adalah pemanfaatan gedung pendidikan dan pelatihan (Diklat) milik instansi pemerintah, Wisma Haji Mlati hingga perhotelan.

“Tempat Diklat kan banyak di sini (Jogjakarta). Lalu ada Wisma Haji dan sebagainya, itu bisa digunakan. Ada pula hotel yang siap ikut serta,” jelasnya, ditemui di Gedhong Pracimosono Komplek Kepatihan Pemprov DIJ, Kamis (2/4).

HB X menuturkan ada beberapa rekanan perhotelan yang urun rembug. Terutama menggunakan hotelnya sebagai tempat pembatasan sosial bagi pendatang. Hanya saja belum ada kajian secara mendalam. Kaitannya adalah penyediaan sarana prasarana kesehatan dan sosial.

Walau begitu Raja Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat ini menyambut positif. Menurutnya keikutsertaan perhotelan mampu meminimalisir persebaran Covid-19. Selain itu juga meredam konflik sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat.

“Jadi ada teman-teman yang punya hotel juga sudah berkomunikasi. Daripada hotel ditutup bisa  digunakan untuk karantina. Nanti fasilitas dari kami yang sediakan. Ini cadangan, begitu nanti ada lonjakan siap. Jangan sampai nanti grobyakan,” katanya.

Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi telah menyiapkan skema tempat bagi pembatasan sosial. Sasarannya adalah warga yang baru saja datang dari lokasi terpapar. Setidaknya saat ini ada 50 kamar yang telah disiapkan.

Setidaknya ada dua lokasi yang disiapkan untuk menampung para pendatang. Lokasi pertama memiliki kapasitas 30 kamar. Untuk lokasi kedua memiliki kapasitas 20 kamar. 

Heroe menuturkan sudah ada warga pendatang yang memasuki Kota Jogja. Hanya saja seluruhnya berstatus keluarga. Sehingga tidak ada penolakan untuk tetap tinggal di alamat saat ini.

“Sebagian besar yang pulang adalah keluarga dari warga sendiri, maka sampai saat ini, blm ada masalah. Artinya warga menerima, selama sudah periksa dan mau mengisolasikan diri,” ujarnya.

Poin terpenting dari skema ini adalah kesadaran untuk memeriksakan kesehatan. Proses ini dilakukan sebelum memasuki kawasan Jogjakarta. Sehingga begitu sampai daerah tujuan telah melalui proses screening kesehatan.

“Itu akan memudahkan daerah dalam mengawasi dan menangani persoalan yang muncul ketika sampai di daerah tujuan mudik. Para pemudik yang datang, meskipun sudah diperiksa, tetap harus isolasi 14 hari dan diperiksa,” katanya. (dwi/tif)