SLEMAN-Wacana pemanfaatan limbah kotoran ternak untuk dijadikan biogas kembali mengemuka. Ini merespons permasalahan limbah kotoran babi di Dusun Mejing Wetang Ambarketawang Gamping.

Kabid Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Sleman Husein Siswanto menjelaskan, pemanfaatannya bisa dilakukan secara swakelola oleh peternak dan warga sekitar.

Namun, pemanfaatan ini perlu perencanaan dan penganggaran. Setidaknya pengajuan tahun ini dengan realisasi tahun berikutnya. Pemanfaatan bisa menggunakan pagu usulan partisipatif masyarakat (PUPM). “Kemarin boleh saja tidak berjalan optimal, tapi peternak harus mengevaluasi sistem yang sudah berjalan. Hasil dari pertemuan kemarin juga sudah jelas, dikelola secara baik atau ditutup,” jelasnya Jumat (19/1).

Usulan ini menurutnya jalan tengah bagi warga maupun peternak. Sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perijinan dan Pendaftaran Usaha Peternakan. Pertimbangan utama adalah keberlangsungan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Pemanfaatan biogas ini wujud implementasi dari lima poin pertemuan. Di antaranya menggelar pertemuan rutin setiap bulan, limbah plastik dari pakan dikumpulkan di depo sampah. Limbah kotoran babi tidak boleh dibuang ke sungai. Bangkai ternak babi, tidak boleh dibuang di sungai dan harus dibakar. Terakhir adalah sanksi penutupan dengan teguran. “Biogas ini bisa dari sampah-sampah sisa pakan atau kotoran babi. Untuk depo sedang direncanakan melalui PUPM,” ujarnya.

Camat Gamping Abu Bakar berharap peternak menjaga komitmen pertemuan. Dia mengakui jumlah peternak di kawasan Sungai Bedog tergolong massif. Setidaknya ada sekitar 50 kandang dengan jumlah babi mencapai kurang lebih 500 ekor.

Permasalahan utama, pengolahan limbah belum berjalan. Bahkan kotoran babi langsung dibuang ke sungai tanpa diolah. Kondisi ini diperparah dengan masuknya limbah melalui saluran irigasi hingga kawasan perumahan. “Sungai Bedog itu kan yang pakai bukan warga Mejing dan Sleman saja, masih mengalir hingga Bantul. Jadi harus dipikirkan aspek dampaknya secara luas. Sungai itu merupakan kebutuhan banyak orang, jangan dimonopoli dan dicemari,” tegasnya.

Kepala Desa Ambarketawang Gamping Sumaryono mengaku telah berulang kali memperingatkan. Dia telah melakukan pencegahan dengan pembatasan jumlah ternak. Maksimal untuk satu kandang hanya dibatasi hingga 10 ekor babi.

Sumaryono bahkan pernah menawarkan komoditas ternak pengganti. Hanya saja peternak menolak mentah-mentah atas alasan keuntungan ekonomi. Sebagai gambaran satu induk babi bisa beranak dua kali dalam satu tahun. Setiap beranak bisa mencapai 10 anakan.

“Sudah kami tawarkan ganti dengan sapi atau kambing tapi mereka tidak mau. Akhirnya kami tawarkan solusi seperti itu. Termasuk tidak boleh ada lagi kandang baru bahkan meluaskan bangunan juga tidak boleh,” tegasnya. (dwi/din/mg1)

(DWI AGUS/Radar Jogja)