Kisruh surat keterangan tidak mampu (SKTM) abal-abal yang diduga banyak disalahgunakan dalam proses PPDB SMA negeri di DIJ berlanjut. Mendapat desakan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) untuk investigasi, Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIJ pilih langkah aman.
Kepala Disdikpora DIJ Kadarmanta Baskar Aji mengaku, lembaganya tak berhak menentukan validitas data siswa berdasarkan kondisi keluarga. Bahwa si anak tergolong tidak mampu dan berhak memegang SKTM atau tidak. Alasannya, penerbitan SKTM menjadi kewenangan dinas sosial (dinsos) tiap kabupaten/kota.
“Kalau saya datang ke salah satu rumah (calon siswa, Red) kemudian mengatakan, ‘wah ini bukan orang miskin,’ itu tidak bisa. Pernyataan dinsos lebih kuat dibanding saya,” dalihnya Senin (10/7).
Disdikpora dan sekolah terkait hanya bisa mengumpulkan data investigasi untuk membuktikan kebenaran kondisi keluarga siswa dengan SKTM. Hasil investigasi itulah yang akan diberikan ke dinsos untuk dimintakan surat rekomendasi. “Dinsos yang akan menentukan apakah siswa (dengan SKTM, Red) tersebut memang miskin atau karena terjadi kesalahan dokumen. Nah, dari situlah kami membuat keputusan,” jelasnya.
Aji mencontohkan anak yang tinggal di keluarga kaya untuk disekolahkan, tapi bukan diadopsi. Anak tersebut berasal dari keluarga miskin. Namun, namanya masuk di kartu keluarga (KK) wali asuhnya yang kaya untuk status kependudukan. Atau si anak tetap masuk dalam KK orang tua aslinya yang miskin, namun dia diasuh wali yang kaya.
Dikatakan, jika si anak memang dari keluarga miskin, maka dia berhak mendapatkan beasiswa. “Tapi saya tak tahu apakah dia dianggap bagian dari keluarga wali asuhnya yang tidak miskin atau tetap ikut orang tuanya yang miskin. Penentuan berhak tidaknya SKTM wewenang dinsos,” paparnya.
Lepas dari persoalan tersebut, Aji menegaskan, jika ada calon siswa terbukti mendapatkan SKTM dengan cara tak benar, maka status “diterima” di sekolah terkait akan dianulir.
Selain Disdikpora, pihak sekolah yang menemukan ada kejanggalan pada calon siswa pemegang SKTM juga boleh melakukan investigasi lapangan. Namun, hasil investigasi tetap harus diserahkan ke dinsos dulu sebagai bahan pengambilan keputusan.
“Kalau saya salah menentukan malah bisa jadi masalah. Bagi saya, anak memalsukan dokumen, itu salah. Tapi lebih salah lagi kalau saya membiarkan anak itu tidak sekolah,” katanya.
Di bagian lain, lanjut Aji, setiap orang tua siswa pemegang SKTM sudah menandatangani surat pernyataan pertanggungjawaban. Maka, jika ditemukan kesalahan, sekolah berhak mengembalikan anak yang bersangkutan ke orang tuanya.
Jika ada siswa dari jalur SKTM yang dianulir berarti ada bangku yang kosong. Aji menjelaskan, kekosongan tersebut akan dibiarkan tetap kosong. Tidak diganti dengan calon siswa sesama jalur SKTM. Karena akan mengacaukan rantai penerimaan siswa. “Kalau ada yang nggak benar ya keluar, kosong. Sudah. Kalau dimasukkan yang lain lagi nanti mawut datanya,” jelasnya.
Terpisah, Kepala Seksi Data dan Informasi Sosial Dinsos Kota Jogja Supriyanto menyatakan, lembaganya hanya mendapat tugas dari Disdikpora DIJ untuk menerbitkan SKTM berdasarkan basis data terpadu, pemegang kartu menuju sejahtera (KMS), program keluarga harapan (PKH), serta keluarga sasaran jaminan perlindungan sosial (KSJPS). “Petugas kami hanya mengecek data yang dimaksud. Kami tidak menerbitkan SKTM di luar data tersebut,” jelasnya. (tif/fn)