JOGJA – Mutung tak bisa menemui gubernur DIJ yang sedang ke luar kota, ratusan pengemudi becak motor (betor) nekat memarkir armada mereka di halaman kompleks Kepatihan sejak Selasa (25/9).
Siasat itu ternyata tak sia-sia. Meski hingga kemarin (26/9) para pilot betor belum bisa bertemu gubernur.
Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY) mendapat angin segar atas melunaknya sikap Pemprov DIJ. PBMY diizinkan kembali beroperasi hingga batas waktu tertentu. Patokannya, sampai diterbitkannya payung hukum yang mengatur tentang betor.
Kepastian itu menyusul hasil audiensi perwakilan PBMY dengan pejabat teras Pemprov DIJ yang dipimpin Sekprov Gatot Saptadi kemarin.
“Silakan kerja kembali dengan betor. Mangga, sampai ada kesepakatan dan aturan baru. Yang penting penuhi aturannya,” ujar Gatot yang disambut aplaus ratusan pengemudi betor.
Aturan yang dimaksud, para pilot betor harus melengkapi surat-surat kendaraan. Seperti surat tanda nomor kendaraan (STNK) maupun buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB). Pilot betor juga harus memiliki surat izin mengemudi (SIM). Soal penindakan atas ketidaklengkapan surat-surat kendaraan, Gatot menyerahkan sepenuhnya kepada pihak berwenang. Dalam hal ini kepolisian.
“Kami akan koordinasi dengan Polda DIJ,” katanya.
Saat ini Pemprov DIJ juga masih menunggu kepastian prototipe becak listrik yang akan dioperasikan di wilayah Jogjakarta. Gatot menyebut, butuh waktu sekitar dua bulan untuk memantapkan prototipe tersebut.
Ihwal aksi para pengemudi betor, Gatot menilai sebagai reaksi atas dampak penataan Malioboro. Meski tak semua elemen terdampak proyek revitalisasi Malioboro menggelar aksi. Seperti pedagang kaki lima, kusir andong, hingga pengemudi becak kayuh. “Semua terdampak, tapi mereka saja (pilot betor) yang bereaksi,” katanya.
Koordinator Umum Aksi PBMY Sugito menganggap kesepakatan yang dihasilkan dalam audiensi membawa secercah harapan bagi kelompoknya untuk mencari nafkah. Dia pun mendukung penggunaan becak listrik. Selain itu, Sugito menggaransi anggota kelompoknya akan memenuhi syarat tertib surat-surat betor.
“Banyak razia, teman-teman harus melengkapi SIM, STNK, dan BPKB. Jangan sampai betor itu kemalingan,” ingat Sugito kepada sejawatnya.
Menurutnya, jika pengemudi betor terjaring razia polisi tanpa kelengkapan surat-surat kendaraan, armadanya akan ditahan. Becak boleh diambil, namun motornya ditinggal. Mereka lantas didenda sesuai jenis pelanggarannya.
“Dendanya antara Rp 50 ribu sampai Rp 150 ribu,” beber Sugito.
Sementara itu, tim pengembang teknologi inovasi SMK Piri 1 Jogja melihat persoalan betor sebagai sebuah peluang. Mereka pun menawarkan konsep becak listrik bertenaga surya.
Becak Gaya Jogjakarta (nJOGJAni), namanya. Becak ini dilengkapi solarcell dengan baterai sebagai tenaga penggerak motor listrik. Baterai juga bisa di-charge secara berulang-ulang menggunakan listrik PLN. Jika tenaga listrik habis, becak masih bisa dijalankan secara manual dengan dikayuh pedalnya. Konsep itu diyakini membuat nJOGJAni menjadi becak ramah lingkungan.
“Meski tanpa bahan bakar minyak, (nJOGJAni, Red) bisa melaju dengan cepat,” ujar Raden Sunarto selaku ketua tim.
SMK Piri 1 Jogja terhitung sudah tiga kali membuat prototipe becak listrik. Becak Gaya Jogjakarta merupakan generasi keempat. Becak listrik model terbaru ini juga dijuluki becak mudah kemudi. Artinya, si pengemudi becak bisa membelokkan kendaraan tanpa memutar tempat duduk penumpang. Tapi cukup memutar arah kedua roda depan menggunakan stang becak. Stang dirancang khusus untuk membelokkan arah roda tanpa membanting sebagai akibat gaya sentrifugal.
Dalam pembuatan becak listrik ini SMK Piri 1 bekerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Jogja.
Sejauh ini becak modern ini sebatas disewakan. Belum diperjualbelikan secara masal karena faktor biaya produksi. Satu unit becak listrik ini dibanderol Rp 16 juta.
Raden berharap, becak listrik karya timnya bisa menjadi moda transportasi alternatif di kawasan Malioboro. Itu mengingat saat ini ada tiga instansi yang mendapat mandat membuat becak listrik.
Selain SMK Piri 1, ada pula karya siswa SMKN 2 Jogja dan mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan. Nantinya, setiap karya masing-masing instansi diserahkan ke Pemkot Jogja dan dipilih satu yang paling sesuai kebutuhan.(tif/cr8/yog)