Rahmawati-Sakinah, Kembar Dempet Kepala yang Kini Bisa Berjalan
Siti Khotijah begitu gembira. Hasil USG menunjukkan dia mengandung anak kembar. Kegembiraannya sempat sirna setelah tahu sang buah hati mengalami craniopagus. Dempet kepala. Lahir di Aceh, si kembar menjalani operasi kraniektomi di RSUP Dr Sardijto.
BETAPA syok perasaan Khotijah pada 2 Mei 2015. Tak lama setelah dia melahirkan bayi kembarnya. Fitri Rahmawati dan Fitri Sakinah. Keduanya dilahirkan secara Caesar di RSU Kutacene, Aceh. Khotijah harus menghadapi kenyataan. Bayi kembarnya mengalami dempet kepala. Ini yang membuat si kembar harus dirawat lebih lama di RSU Kutacene. Selama 33 hari. Hingga tim dokter yang menangani angkat tangan.
Khotijah tak mau menyerah. Bersama suaminya, Syahbandi, warga Aceh itu berusaha yang terbaik demi keselamatan dan kesehatan buah hatinya. Sebagaimana nama yang mereka siapkan untuk si kembar. Yang bermakna kasih sayang atau rahmat Tuhan yang menimbulkan ketenteraman.
Upaya memisahkan kepala si kembar terus dilakukan. Lewat operasi kraniektomi. Untuk mengangkat sebagian tengkorak. Rahmawati dan Sakinah lantas dirujuk ke RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Operasi kraniektomi dilakukan. Si kembar kemudian dirawat selama 11 hari. Agar keduanya bisa bergerak lebih leluasa harus dioperasi kraniektomi lagi. Mereka lantas dirujuk ke RSUP Dr Sardjito.
Bukan keputusan mudah bagi tim dokter untuk melakukan operasi.
Sebelum mengambil langkah medis, tim dokter Sardjito bahkan konsultasi lebih dulu dengan James Goodrich. Dokter bedah saraf di New York, AS, yang berpengalaman puluhan kali melakukan pemisahan craniopagus.
Hingga akhirnya tim dokter Sardjito memutuskan tidak melakukan pemisahan batok kepala. Karena pembuluh darah si kembar menyatu. Keduanya saling menopang satu sama lain. Jika pemisahan tetap dilakukan, kemungkinan selamat sangat kecil. Apalagi sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa menggantikan pembuluh darah.
“Yang satu ginjalnya agak lemah. Satunya lagi otaknya yang agak lemah,” jelas Endro Basuki, dokter ahli bedah saraf RSUP Dr Sardjito kepada Radar Jogja Senin (15/10).
“Ini merupakan kasus langka,” jelas Sunartini Hapsara, ketua tim medis RSUP Dr Sardjito yang menangani kasus tersebut. Menurutnya, kasus craniopagus hanya terjadi pada 4-6 per 10 juta kelahiran. “Yang kami hadapi ini jenis parietal, yakni bagian atas menyatu,” jelasnya.
Kini si kembar sudah bisa berjalan. Berkat perjuangan tim medis Sardijto. Dan tentu saja berkat perjuangan si kembar yang kini berusia 2,5 tahun itu pula. Keduanya harus berjuang keras meregang nyawa hingga lima tahap operasi. Demi bisa berdiri beriringan. “Kami berjuang keras dan melakukan yang terbaik untuk anak kita ini,” ungkap Sunartini.
Sampai sekarang Rahmawati dan Sakinah masih dirawat di Bangsal Anak RSUP Dr Sardjito. senyum bembira terlukis di wajah keduanya kemarin.
Namun mereka tetap harus berjuang bersama. Untuk berbagi waktu dan tempat. Tangis dan tawa mengiringi langkah keduanya. Menjadi isyarat masih adanya asa dan tenaga untuk tumbuh dewasa.
Meskipun semua itu tak mudah bagi keduanya. Sebab, keduanya memiliki kemauan masing-masing. “Kadang yang satu ingin duduk, satunya lagi ingin main. Kadang yang satu ingin buang air besar, yang satu nggak mau dan mengeluh bau,” papar Damayanti, psikolog klinis RSUP Dr Sardjito.(yog/rg/mo2)