Pasangan Tumingan-Juminah Mengembalikan Kartu PKH
Bagi Tumingan dan Jumirah, penghasilan sebagai penjahit sudah lebih dari cukup. Sepasang suami-istri ini pun mengembalikan kartu Program Keluarga Harapan. Mereka merasa masih banyak keluarga kurang mampu yang lebih berhak.
MEITIKA CANDRA L, Bantul
Bentuk rumah itu minimalis. Tidak terlalu luas. Sangat sederhana pula. Meski, rumah yang terletak di RT 06 Jombok, Siten, Sumbermulyo telah berlantai keramik. Kesan sederhana kian terasa begitu menginjakkan kaki ke dalam rumah. Di ruang tamu hanya ada dua kursi panjang. Diapit meja tamu. Plus dua mesin jahit yang ditempatkan sejajar. Itulah rumah Tumingan dan Jumirah.
Di ruangan itu pula sepasang suami-istri ini beraktivitas. Menjahit potong demi potong pakaian. Agar dapur tetap mengepul. Juga agar anaknya bisa tetap bersekolah.
”Itu yang mengganjal hati saya dan suami,” tutur Jum, sapaan Jumirah, menganggap bahwa penghasilannya sebagai penjahit lebih dari cukup.
Ya, sepasang suami-istri Senin (8/10) menjadi sorotan. Persisnya saat peringatan Hari Jadi ke-72 Desa Sumbermulyo. Pemerintah Desa Sumbermulyo memberikan apresiasi kepada keduanya. Bentuknya berupa piagam dan sepeda. Itu sebagai penghargaan atas sikap keduanya yang mengundurkan diri sebagai peserta Program Keluarga Harapan (PKH).
”Lama-lama ora kepenak (menjadi peserta PKH, Red). Sedangkan kita mampu bangkit,” timpal Tumingan yang duduk di sebelah istrinya Minggu (21/10).
Keluarga ini menjadi peserta PKH sekitar satu setengah tahun terakhir. Per tiga bulan mereka mendapatkan uang bantuan dari pemerintah. Nilainya Rp 350 ribu hingga Rp 500 ribu. Uang ini digunakan untuk membayar les Latifatul Ulfah, anak semata wayangnya yang kini duduk di bangku kelas X.
”Dapat PKH ketika (Latifatul Ulfah) naik kelas IX,” kenangnya.
Tumingan dan istrinya kerap merasa resah setiap mencairkan bantuan. Apalagi, mereka melihat tidak sedikit warga Desa Sumbermulyo yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Sementara mereka tak tercatat sebagai peserta program Kementerian Sosial ini.
”Seperti mendapatkan teguran,” tutur pria paro baya ini.
Puncaknya, Rabu (3/10). Saat ada pertemuan PKH di Balai Desa Sumbermulyo. Keduanya membulatkan tekad mengembalikan kartu PKH.
”Saya lega mengundurkan diri. Setidaknya bantuan tersebut dapat berguna bagi orang lain,” katanya penuh dengan keyakinan.
Tumingan maupun istrinya seolah kompak merahasiakan pendapatan bulanan mereka sebagai penjahit. Yang pasti, rezeki berupa kesehatan dan usaha jahit bagi mereka lebih dari segalanya.
”Saya bersyukur diberikan kesehatan dan atas hasil menjahit. Walau terhitung kecil namun cukup bagi keluarga kami,” tutur Tumingan.
”Selagi masih bisa berusaha, lebih baik usaha sendiri. Bersyukur diberikan nikmat sehat,” sahut Jumirah.
Di tengah perbincangan, ada seorang tamu yang datang ke rumahnya. Rupanya salah satu pelanggan tetapnya. Pelanggan itu menjahitkan empat potong pakaian.
”Ukurannya seperti biasanya. Yang satu ukurannya agak besar,” ucap pelanggan itu tanpa banyak permintaan.
Sehari-hari, Tumingan berbagi pekerjaan dengan istrinya. Tumingan biasanya menjahit baju. Si istri kebagian menjahit pakaian bawahan. (zam/rg/mo2)