JOGJA – Masih dalam rangkaian peringatan Hari Sumpah Pemuda, Dinas Pariwisata DIJ bersama Paguyuban Seni Suluk Mataraman menggelar bertajuk acara Panggung Apresiasi Wisatawan tema Pelangi Nusantara #1 di Titik Nol Kilometer, Jogja pada Senin (29/10) malam.

Pelaksana Acara Dede Herlambang mengatakan, acara tersebut dimaksudkan untuk umbul dungo atau memanjatkan doa untuk Nusantara. Bentuknya dengan menggelar kesenian. Puncaknya dengan macapatan dan gelar berbagai kesenian. “Seperti karawitan, geguritan, teatrikal dan lagu-lagu daerah,” katanya di sela acara.

Pengisi acara berasal dari Sketsa Kreatif Jogja, Pasukan Sirkus, Jam Malam dan pengajar macapat dari Keraton Yogyakarta KRT Prodjo Swasono.

“Beberapa wisatawan tadi juga ikut tampil. Artinya ada interaksi antara penampil dan penonton,” ungkapnya.

Kegiatan yang digelar baru kali pertama itu, diharapkan menjadi agenda rutin. Sebab Titik Nol menjadi akar kesenian di Jogja. Letaknya ada di ujung kawasan Malioboro.

Banyak seniman yang dulunya lahir dan tumbuh berkembang dari Titik Nol itu semasa masih ada panggung Senisono. Posisinya ada di sisi selatan kompleks Istana Kepresidenan Gedung Agung. Kini Senisono telah dirobohkan.

Selain itu, Titik Nol juga jujugan wisatawan yang datang ke Jogja. “Kami berharap acara seperti ini bisa mengembalikan Titik Nol menjadi barometer berkesenian di Jogja. Tempat seniman lahir dan berkumpul,” tuturnya.

Pengunjung dari Lampung Dedi Setiawan mengapresiasi acara tersebut. Dia mengatakan, kegiatan tersebut bisa menjadi hiburan. “Kalau tidak ada tontonan sepi. Paling cuma foto-foto dan jalan-jalan saja. Bagus lah kalau diteruskan,” katanya.

Beberapa pengunjung lainnya secara spontan menyanyikan beberapa lagu daerah. “Suasananya benar-benar suprise bagi wisatawan dan masyarakat,” tutur Wahyana Giri MC, salah satu penggiat acara tersebut.

Beberapa wisatawan dari Ternate, Riau, Kalimantan, NTT, Jawa Timur dan lainnya merasa terkesan. Rama Projo, sapaan akrab KRT Projo Swasono menyebar ratusan foto kopi teks macapat. Selanjutnya meminta seluruh pemegang teks menirukan Rama Projo melantunkan tembang macapat Pucung.

“Sungguh luar biasa. Pembelajaran spontan menjadikan para wisatawan tiba-tiba mencintai tembang macapat. Mereka ingin belajar lebih serius,” tuturnya.

Panggung Apresiasi Wisatawan itu juga diisi acara mbabar (membedah, Red) Serat Wulangreh karya Susuhunan Paku Buwono IV, raja Surakarta dan ajang sinau (belajar, Red) macapat serta geguritan bareng wisatawan. Ini merupakan aksi seni rupa kaki lima. (riz/kus)