PASUKAN ELIT: Dari kiri: Barada Wihar Cahya, Briptu Yusuf Bayu, Baratu Dwi Untoro, dan Baratu Septian Rahmad. (DWI AGUS/RADAR JOGJA)

Sniper identik dengan penembak runduk dalam operasi militer. Misinya pengintaian dan pengamatan. Menembak target hanya berdasarkan instruksi pimpinan. Satbrimob Polda DIJ juga punya tim sniper. Berikut pengalaman mereka.

DWI AGUS, Jogja

EMPAT pria berbaju loreng memanjat menara sisi barat lapangan tembak Mako Brimob Polda DIJ Gondowulung. Menunggu aba-aba. Senapan Styer Mannlicher SSG 08 siap di pundak. Dor…dor..dor, suara senapan terdengar hampir bersamaan dengan melesatnya peluru mereka. Tepat mengenai sasaran. Berupa balon yang ditata berjajar.

Saat itu Kapolda DIJ Brigjen Ahmad Dofiri yang memberikan instruksi. Target pertama balon warna biru yang berada di tengah. Tak menunggu lama, balon itu meletus. Balon di sekelilingnya tetap utuh.

Itulah sebagian gambaran betapa tangkasnya personel Brigade Mobil (Brimob) Polda DIJ. Khususnya para penembak runduk. Saat memeriahkan HUT ke-73 Brimob.

Seluruh personel Brimob memiliki keahlian menggunakan senjata. Namun, sniper tak cukup hanya ahli senjata. Mereka juga harus memiliki daya intelijen di atas rata-rata. Satu lagi, kemampuan dan ketahanan fisik mereka harus selalu prima.

Kekuatan fisik menjadi tuntutan utama. Apalagi berat senjata yang dipanggul tidaklah biasa. Antara 7-10 kilogram. Berat senjata sniper memang di atas rata-rata. Dibanding senjata pasukan reguler. Semakin jauh jarak tembaknya, semakin berat pula senjatanya. Biasanya begitu.

Sniper adalah prajurit pilihan. Mereka harus lolos seleksi yang super berat. Sejak di kesatuan masing-masing.

Saat dinyatakan layak, mereka wajib mengikuti pendidikan dasar. Diawali latihan menembak. Lalu meningkat menjadi sharp shooter sniper. Selanjutnya kelas sniper. Kemudian master sniper. Inilah jenjang tertinggi sniper Brimob.

Dunia sniper seakan tidak mengenal pangkat. Porsi latihan bagi seluruh personel tak ada yang beda. Seluruhnya harus berjibaku untuk meningkatkan kemampuan individu. Termasuk menguasai semua jenis persenjataan. Baik senjata genggam maupun laras panjang.

Briptu Yusuf Bayu adalah salah seorang sniper andalan Satuan Brimob Polda DIJ. Yusuf tergolong paling senior. Di antaranya empat sniper yang unjuk gigi dalam perayaan HUT Brimob.

Bagi Yusuf, menjadi sniper bukan sekadar soal senjata dan objek tembak. Sniper harus berpikiran jernih. Sehingga bisa menembak dengan sangat tepat sasarn.

“Sniper berbeda dengan personel reguler. Karena harus stand by di lokasi sasaran lebih dulu,” jelasnya kepada Radar Jogja.

Sniper bertindak berdasarkan perintah komandan lapangan. Setiap peluru yang dilontarkan harus dilaporkan. Dan dipertanggungjawabkan.

Yusuf begitu ingat saat pertama kali memutuskan bergabung dalam pasukan sniper. Sebelum ditugaskan di Jogjakarta, Yusuf pernah mengenyam tanah Papua. Selama dua periode. Total sepuluh bulan dia bertugas di Bumi Cenderawasih.
Setali tiga uang dirasakan Bharatu Dwi Untoro. Sebagaimana ketugasan dalam operasi, pelatihan sniper sangatlah berat. Meski saat ini persenjataan sudah sangat modern. Didukung kemajuan teknologi. Namun itu bukan berarti seorang sniper hanya mengandalkan kecanggihan senjata. Sebaliknya, sniper dituntut tidak bergantung pada teknologi.

Salah satu latihan terberatnya adalah menelusuri hutan pegunungan. Setiap tim hanya dibekali kompas dan peta kertas. Untuk melacak objek sasaran. Secara manual. Hanya bermodal titik koordinat. Yang ditentukan sang pelatih. Berlatihnya di Gunung Halimun, Bogor, Jawa Barat. “Saat pelatihan semua wajib manual. Tak boleh pakai peralatan canggih,” kenangnya.

Seluruh materi pelatihan sangatlah besar manfaatnya. Saat diterapkan dalam sebuah operasi. Latihan manual untuk menguatkan daya tahan tubuh selama menjalankan misi. Juga melatih kecermatan.

“Makna latihan itu adalah fokus, kesabaran, dan ketenangan dalam bertindak,” ungkapnya.

Tak kalah penting, koordinasi dengan personel lain. Dalam tim. Terlebih setelah sampai ke titik koordinat yang dituju. Sniper tidak boleh bertindak gegabah. Atau misi batal. Makanya, sniper harus bisa mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Tidak temperamental. Dan harus pandai menjaga emosi. Serta tetap berpegang teguh pada perintah pimpinan.

Dwi merasakan hasil gemblengan di Gunung Halimun saat bertugas di Papua. Dalam sebuah misi, dia berangkat lebih dulu bersama tim sniper. Mendahului pasukan reguler. Tugasnya memastikan jalur yang akan dilewati tim reguler aman. Tugas lainnya mengawasi target. Di lokasi tertentu. Tim sniper biasanya berangkat dua jam lebih dulu. Bisa lebih awal lagi. Bisa juga enam jam lebih awal. Sebelum keberangkatan tim reguler. “Tergantung misinya,” ungkap Dwi.

Sampai di lokasi sasaran, sniper segera mencari posisi. Lalu melaporkan segala pergerakan kepada pimpinan. (yog/rg/mg3)