GUNUNGKIDUL – Kasus pencabulan kembali terjadi di Gunungkidul. Akibatnya, remaja 22 tahun asal Kecamatan Purwosari mengalami trauma berat. Itu lantaran ulah Supriyanto, 44, yang tak lain ayah tiri korban. Selama delapan tahun terakhir, Melati (bukan nama sebenarnya), menjadi budak seks Supriyanto. Sejak Melati duduk di bangku SMP. Perbuatan bejat Supriyanto terbongkar Jumat (23/11). Ketika Melati menginap di rumah Budenya. Sehari kemudian Melati bersama Budenya dan kerabat lain melaporkan perbuatan Supriyanto di Polsek Purwosari.
Kepada polisi korban mengaku sudah berkali-kali mendapat perlakuan asusila oleh ayah tirinya. “Sejak kelas 3 SMP sampai lulus kuliah,” ungkap Kapolsek Purwosari AKP Budi Kusnanto Minggu (25/11).
Semula Melati memang tak mau terbuka kepada keluarga besar ibu kandungnya. Sebab, pelaku selalu mengancam akan melukai ibu kandung korban dan saudaranya. Jika korban tak menuruti hawa nafsu bejat pelaku. Ancaman itu selalu dilontarkan pelaku setiap kali memaksa korban untuk berhubungan badan. Korban pun mengaku tak berdaya dengan keberingasan pelaku.
Beberapa hari korban tak pulang ke rumah membuat Supriyanto curiga. Dia khawatir aibnya terbongkar.
Sebelum korban membuat laporan polisi, Sabtu (24/11) dini hari Supriyanto mengamuk di rumahnya. Itu setelah dia mendengar kabar jika aibnya telah terbongkar. Supriyanto lantas memaksa Melati pulang. Sambil berteriak mengancam akan membakar rumah. Jika Melati tak segera pulang.
“Dini hari (Sabtu, 24/11) itu juga kami mendatangi rumah pelaku dan menangkapnya,” ungkap Kapolsek. Supriyanto lantas digelandang ke Mapolsek Pursowari. Hingga kemarin Supriyanto mendekam di sel prodeo untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Hasil penyidikan sementara pelaku mengakui semua perbuatannya. Supriyanto sebenarnya telah dikaruniai dua anak kembar dari hubungannya dengan ibu korban. Dia nekat mencabuli anak tirinya dengan alasan sering ditolak saat minta “jatah” kepada ibu kandung korban. “Karena itu pelaku melampiaskannya kepada korban. Pencabulan dilakukan di rumah mereka,” ungkap Kapolsek.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dia terancam hukuman 15 tahun penjara.
Direktur Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Gunungkidul Tri Wahyu Ariningsih mendesak kepolisian mengusut kasus tersebut sampai tuntas. Sementara korban harus mendapatkan perlindungan hukum dan pendampingan psikologis. “Trauma healing penting bagi korban kekerasan seksual,” ucapnya.
Kasus pelecehan seksual di Bumi Handayani mengusik perhatian banyak pihak. Wakil Ketua Komisi D DPRD Gunungkidul Heri Nugroho mengaku prihatin dengan rentetan kasus pencabulan di wilayahnya belakangan ini. Kasus serupa juga terjadi pada Juli lalu. Di Kecamatan Playen. Ironisnya, korban adalah penyandang disabilitas berusia 15 tahun. Pelakunya juga orang terdekat korban. Yakni Adi Sutrisno, 63, yang tak lain paman korban.
Pernah juga kasus samul payudara di wilayah Playen. Bahkan pada September lalu dua gadis berjilbab juga menjadi korban samul di Desa Siraman, Wonosari. “Sekarang muncul lagi kasus di Purwosari,” sesalnya.
Heri mendorong pemerintah setempat segera melakukan pendampingan terhadap korban. Juga keluarganya. Agar peristiwa pelecehan seksual yang dialami korban tak menimbulkan trauma berkepanjangan. “Jadi pelaku diproses hukum. Korbannya dibangun kembali kondisi psikologisnya,” ujar Heri.
Heri juga mengimbau masyarakat di lingkungan tempat tinggal korban untuk memberikan dukungan moral. Bukan mencemooh korban dan keluarganya. Atau menjadikannya bahan pergunjingan. Sebaliknya, warga harus melindungi korban dan keluarganya. (gun/yog/rg/mg3)