KONDISI lingkungan sekolah yang teduh itu tak lepas dari prestasi SMAN 1 Banguntapan. Sekolah tersebut telah menorehkan prestasi sebagai sekolah Adiwiyata Nasional.
Kepala SMAN 1 Banguntapan Joko Kustanta mengatakan, Adiwiyata merupakan penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sebelum berprestasi di tingkat nasional, sekolahnya lebih dulu meraih penghargaan di tingkat Adiwiyata kabupaten dan provinsi. “Semua sudah dilalui,” jelas Joko Kamis (29/11).
Tahun ini berpeluang meraih yang tertinggi. Yakni Adiwiyata Mandiri. “Kami sudah mengajukan evaluasi diri sekolah (EDS) tanpa verifikasi lapangan. Kami lolos verifikasi Adiwiyata Mandiri,” katanya.
Program Sekolah Adiwiyata dimulai dari kebijakan kepala sekolah, aturan dan surat edaran. Unsur yang menjadi poin penilaian meliputi sarana pengelolaan sampah, energi dan keanekaragaman hayati. Lalu air, makanan hingga udara.
SMAN 1 Banguntapan meraih penghargaan Adiwiyata tingkat kabupaten dan provinsi pada 2013. Kemudian meningkat menjadi Adiwiyata Nasional setahun berikutnya.
Koordinator Adiwiyata SMAN 1 Banguntapan Sri Wahyuningsih proses mendapatkan Adiwiyata melalui proses panjang dan tidak mudah. Sebelum 2013, kondisi lingkungan sekolah masih panas. Gersang dan berdebu.
Program Adiwiyata dirintis saat kepala sekolah masih dijabat Titi Prawiti Sariningsih. Itu ditandai studi banding ke SMA Probolinggo yang lebih dulu berpredikat Sekolah Adiwiyata. Program tersebut diteruskan Joko Kustanta yang sekarang menjabat kepala SMAN 1 Banguntapan. “Saat itu ada program Saji Sapo atau satu jiwa satu pohon,” terang dia.
Program itu mewajibkan guru dan siswa menyumbang tanaman dan pohon. Agar teratur dan seragam, ditentukan tanaman perindang yang besar. Dari situ guru dan siswa mulai diajak berkontribusi. “Hasilnya sekitar 400 pohon besar yang berkayu seperti pucuk merah, Song of India, Palem Wargu,” kata Wahyu.
Pengajar ilmu biologi tersebut menjelaskan, ada enam lingkup menyukseskan program Adiwiyata. Enam lingkup itu disingkat SEKAM-U. Yaitu sampah, energi, keanekaragaman-hayati, air, makanan dan udara.
Pertama, usaha dalam menyediakan tempat sampah. Itu salah satu implementasi aturan yang sudah disepakati. Setiap ruang diupayakan ada tempat sampah. Selanjutnya, diolah dan dipisahkan antara sampah organik dan anorganik. Membiasakan siswa dengan pola hidup bersih. Beberapa program berbasis Adiwiyata seperti saat ulang tahun sekolah ada lomba mengecat tong sampah bekas cat.
Di sisi lain, salah satu syarat Sekolah Adiwiyata Mandiri memiliki beberapa sekolah binaan untuk menjadi Sekolah Adiwiyata. Hal tersebut juga dilakukan SMAN 1 Banguntapan, Bantul. Setelah menjadi Adiwiyata Nasional pada 2014, setahun berikutnya mulai merintis beberapa sekolah binaan.
Di antaranya SD Ngentak, SD Al-Mutiin, SD Wiyoro, SD Sekarsuli, SD Piyungan, SMP Muhammadiyah Banguntapan, MTs 9 Bantul, SMA Bopkri Satu Banguntapan, SMAN 1 Sedayu dan SD Jomblangan.
Lalu menyusul SMA 1 Sanden, SMA 1 Pundong dan SMA Mafasa. Dengan adanya sekolah binaan, mereka perlu melakukan sosialisasi, pendampingan dan evaluasi. Dalam rangka membina sekolah binaan, melibatkan 19 kelompok kerja Adiwiyata dan Kader Adiwiyata yang berasal dari para siswa.
Total saat ini ada 105 kader Adiwiyata dari sekitar 600 siswa. Mereka bergantian berkunjung ke sekolah binaan untuk menularkan pengetahuan dan program agar mejadi sekolah Adiwiyata.
Proses tersebut juga tidaklah mudah. Sebab beberapa sekolah tentunya memiliki prioritas utama selain Adiwiyata. Ada juga sekolah yang antusias namun juga melihat ada program lain yang dirasa lebih urgen. Namun pihaknya terus mendorong, diantaranya dengan berusaha melengkapi beberapa kategori sekolah Adiwiyata. Seperti tempat sampah, pohon, kebijakan, dan implementasi program.
“Kami lakukan sosialisasi, presentasi dan memotivasi dengan pengdampingan guru maupun siswa. Hal itu dikerjakan di sela-sela jam mengajar. Kader Adiwiyata juga kami ajak memberikan materi misalnya pemilahan sampah dan pengomposan,” bebernya.
Peraturan dari KLHK untuk Sekolah Adiwiyata Mandiri kaitannya sekolah binaan memang berganti-ganti. Dari awalnya 10, 7, 5 terus tiga sekolah. Wahyu menjelaskan yang masih fokus dimasukkan dalam EDS antara lain SMA Mafasa, SMA 1 Pundong dan SD Jomblangan. (riz/kus/zl/mg3)