BANTUL – Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Bantul punya peran penting di balik stabilnya harga sembako (sembilan bahan pokok) selama beberapa tahun terakhir. Begitu pula dengan terjaganya inflasi di Bumi Projotamansari.

Menurut Kasubbag Sarana Perekonomian Rakyat Bagian Administrasi Perekonomian Setda Bantul Suryanti, TPID memang bertanggung jawab untuk menekan inflasi. Tujuannya agar antara ketersediaan barang di pasar dan kebutuhan masyarakat tetap seimbang.

“Kami tidak bisa mengendalikan harga. Sebab, pasar juga berjalan. Kami hanya menekan agar inflasi tak melebihi batas,” jelas Suryanti di kantornya Selasa (4/12).

Bila inflasi tidak ditekan, Suryanti mengingatkan, bisa berdampak serius terhadap kondisi pasar. Stok di pasaran minim dan permintaan masyarakat tinggi, misalnya. Kondisi itu bisa berdampak melambungnya harga komoditas di pasaran. Yang lebih parah lagi bisa memicu kelangkaan. Sebaliknya, melimpahnya komoditas di pasaran juga membawa persoalan. Yang paling sering adalah anjloknya harga.

“Sehingga petani dirugikan,” ucapnya.

Nah, TPID telah memiliki berbagai strategi untuk menangani perubahan kondisi pasar itu. Menurutnya, TPID bakal menggelar operasi pasar murah (OPM) bila stok komoditas terbatas. Jenis komoditasnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Biasanya, OPM digelar menjelang Hari Raya Idul Fitri dan Hari Natal. Tujuannya agar harga komoditas tidak melambung tinggi.

Kami tidak bisa mengendalikan harga. Sebab, pasar juga berjalan. Kami hanya menekan agar infl asi tak melebihi.” – SURYANTI, Kasubbag Sarana Perekonomian Rakyat Bagian Administrasi Perekonomian

“Tapi yang kami stoknya itu hanya sembako,” ujarnya. Namun, TPID tidak sendirian menggelar OPM. TPID menggandeng pihak lain. OPM beras, misalnya, TPID bekerja sama dengan Bulog Drive DIJ.

Lalu, bagaimana penanganan jika stok komoditas melimpah? Suryanti menyebut ada berbagai strategi. Tergantung jenis komoditasnya. Beras, contohnya. TPID memanfaatkan resi gudang untuk menampung melimpahnya stok beras di pasaran. Berikutnya, bawang merah. TPID dengan OPD terkait telah melakukan berbagai pelatihan pengolahan salah satu bumbu dapur itu. Agar petani tidak harus menjual langsung bawang merah ke pasaran. Melainkan bisa berupa bawang goreng.

“Karena ketika panen raya stok di pasar melimpah, sehingga bawang merah harus dijual dalam bentuk lain,” katanya.

Kendati begitu, TPID juga intens mengawasi pendistribusian tabung gas ukuran tiga kilogram. Sebab, pendistribusian tabung gas subsidi itu ada yang tidak tepat sasaran. Tidak sedikit restoran dan peternakan ayam yang menggunakannya. Padahal, tabung gas melon diperuntukkan bagi keluarga kurang mampu.
“Ada 38 warung makan dan 5 peternak ayam yang pernah kami sidak (inspeksi mendadak),” katanya.

Yang menarik, TPID bersama Pertamina juga meminta pemilik restoran dan pemilik kandang peternakan untuk menukarkan tabung gas ukuran tiga kilogram milik mereka. Diganti menjadi tabung Bright Gas berisi 5,5 kilogram.
Menurutnya, pengawasan ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan tabung gas melon di pasaran. Itu sekaligus menindaklanjuti Surat Edaran Bupati Nomor 542/04465/DISDAG.

“Dalam SE (surat edaran) itu ASN juga dilarang untuk menggunakan tabung gas melon,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Suryanti menyebut ada beberapa kegiatan unggulan yang dilakukan pemkab untuk menjaga keseimbangan distribusi. Di antaranya, pasar tani. Kegiatan ini digelar setiap Rabu di halaman Dinas Pertanian Pangan Kelautan dan Perikanan. Lalu, toko tani indonesia (TTI). Program ini berupa pengembangan usaha pangan masyarakat melalui subsidi operasional pengolahan data gapoktan. Kegiatan lain adalah gerakan tanam cabai (gertam). Itu untuk mengantisipasi mahalnya harga cabai.

“Kemudian upsus siwab (upaya khusus sapi indukan wajib bunting,” tambahnya. (**/zam/fn)