JOGJA – Sudah cukup lama kondisi bangunan bekas Hotel Toegoe Jogja menjadi sorotan publik. Karena kondisinya yang kian memprihatinkan. Tak terawat dan terbengkalai. Padahal bangunan itu menyandang status benda cagar budaya (BCB). Letaknya pun di lingkungan cagar budaya. Tepatnya di Jalan Margo Utomo, di sebelah timur Stasiun Tugu Jogja.
Rumput ilalang banyak tumbuh di sekitar bangunan itu. Menunjukkan tak tersentuh manusia sekian lama. Bangunan utamanya tampak usang. Beberapa bagian atap berlubang termakan usia dan cuaca.
“Memang kondisinya seperti itu. Karena sudah lama tidak dipakai. Ada yang bocor atapnya,” ungkap Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jogjakarta Ari Setyastuti Senin (21/1).
Jika tak segera ditangani Ari khawatir atap bangunan roboh. Dan merembet ke bagian bangunan lainnya.
Padahal bangunan tersebut sarat akan nilai sejarah. Dari penelusuran Radar Jogja, bangunan tersebut dibangun awal abad XX (sebagian literatur menyebut akhir abad XIX). Dibangun setelah pembangunan Stasiun Lempuyangan (1875) dan Stasiun Tugu (1880). Di masa kepemimpinan Sultan Hamengku Buwono VII (1877-1921). Total luas bangunannya 1.527,63 meter persegi. Berada di atas lahan seluas 6.320 meter persegi. Bangunan bernuansa kolonial itu semula bernama NV Grand Hotel de Djogja. Lalu diubah menjadi NV Narba.
Bangunan itu juga menjadi saksi bisu perang perjuangan kemerdekaan RI. Hotel Toegoe menjadi salah satu sasaran pejuang dan TNI dalam Serangan Oemoem 1 Maret 1949. Karena saat itu dipakai sebagai markas tentara Belanda pimpinan Letkol D.B.A van Langen. Hotel Toegoe juga pernah dipakai sebagai markas tentara Jepang pada 1942-1945.
Bangunan itu disebut-sebut milik keluarga Probosutedjo, adik tiri Presiden ke-2 RI Soeharto. Sempat dikabarkan akan direhab menjadi hotel, namun batal karena terganjal aturan moratorium.
Mengingat bangunan bersejarah itu berstatus milik perseorangan, Ari mengaku harus melibatkan sang pemilik untuk membahas rencana pengelolaan eks Hotel Toegoe. “Kami sedang berusaha kontak pemerintah provinsi (DIJ) dan pemilik. Benda cagar budaya harus dilestarikan dan dimanfaatkan sesuai peraturan yang ada,” ujar Ari.
Untuk sementara langkah awal yang bisa dilakukan BPCB hanya membersihkan rerumputan di sekitar bangunan tersebut.
Kasi Perlindungan dan Pengembangan, Balai Pelestarian Warisan Cagar Budaya, Dinas Kebudayaan DIJ Agus Suwarso mengatakan, lembaganya sedang berupaya mempercepat proses rehabilitasi bangunan eks Hotel Toegoe. Untuk menyusun rencana tindakan yang akan dikenakan pada bangunan itu. Karena bangunan itu ada pemiliknya, kata Agus, pembersihan dan perawatannya seharusnya dilakukan pemilik. Pemerintah hanya memfasilitasi untuk mengatur regulasinya. Menurut Agus, bangunan eks Hotel Toegoe akan dijadikan museum. Namun rencana tersebut tetap membutuhkan pembicaraan lebih lanjut dengan BPCB DIJ dan pemilik bangunan. Sebelum terbengkalai seperti saat ini bangunan cagar budaya itu pernah difungsikan sebagai toko perabot rumah tangga Kedaung Plaza. (cr8/yog/fn)