SALAH satu motif menonton film ini adalah karena ide cerita dan skrip film ini ditulis oleh sutradara favorit saya: Joko Anwar (Jokan). Makin tergoda lagi ketika Jokan secara intens mengunggah komentar serba positif tentang film ini melalui akun medsosnya. Plus, film ini diarahkan oleh Ody C. Harahap, yang telah mengejutkanku dalam artian positif di Sweet 20. Ini bakal jadi satu kombinasi sinergis yang potensial pecah, bayanganku.

Sebagaimana sudah kesebar dan jelas tersampaikan melalui cuplikan promosinya, film ini mengisahkan tentang satu keluarga (ayah-ibu beserta tiga anak) yang meski secara finansial pas-pasan tapi kehangatan di dalam rumahnya membuat seluruh anggota keluarga betah berada di rumah.

Kematian sang ayah secara tiba-tiba membuat sisa anggota keluarga kehilangan dan bersiap menghadapi hidup yang kelam karena tulang punggung finansial keluarga telah tiada. Dalam masa berkabung yang masih hangat, seorang pengacara beserta sekretarisnya mengunjungi keluarga ini. Mereka membawa kabar mengejutkan bahwa mendiang sang ayah meninggalkan warisan yang melimpah ruah.

Genre drama-komedi (tanpa romantis) memang selalu problematis karena komedi adalah perkara yang sangat subjektif dan sarat konteks personal. Kalau buatku pribadi, humor yang disebar sepanjang durasi film ini cukup menghibur tapi tak sampai berhasil membuatku terbahak-bahak.

Alasannya adalah bagiku ritmenya terasa terlalu cepat, tak cukup memberiku ruang untuk merasa dekat terlebih dahulu dengan keluarga yang sedang di bawah lampur sorot panggung. Di samping itu ada faktor-faktor sangat teknis yang sedikit menggangguku, yakni sinkronisasi suara dan gambar yang terasa kurang padu di beberapa dialog, kurang jelasnya ucapan dalam beberapa adegan, dan monotonnya gambar-gambar makro yang memperlihatkan set lokasi sebelum layar menuju ke karakter-karakter berdialog. Ini minor, tapi sedikit menggangguku.

Kalau boleh dibilang, secara umum saya merasa bahwa film ini cenderung semacam karya yang terinspirasi kesuksesan Crazy Rich Asians (CRA), kalau cerita berlatar miskin ke kaya-nya mungkin lebih merupakan suatu kebetulan, namun dari segi presentasinya (lebih-lebih ke aura konsep audio-visualnya) buatku film ini mengingatkan kembali pada memori saat menonton CRA.

Yang paling sangat saya apresiasi dari film ini adalah di tengah maraknya film komedi domestik yang diwarnai, bahkan dijejali, aksi nyablak sporadis para komika yang memerankan karakter-karakter di dalam film ini menawarkan komedi utuh yang bertumpu pada karakterisasi dalam skripnya.

Semua pemeran berperan nyaman, sehingga mudah untuk menikmati aksi mereka. Sayangnya, justru amunisi-amunisi yang potensial ini kurang tereksekusi mantap dari segi penyutradaraan. Film ini menghibur, tapi tak sampai melipur. (ila)

*Penulis adalah penggemar film dalam negeri dan penikmat The Chemical Brothers yang bermukim di Jogja Utara.