JOGJA – Keinginan DPRD Gunungkidul agar dana bantuan keuangan khusus (BKK) untuk dusun senilai Rp 30 miliar segera dicairkan menghadapi jalan terjal. Bahkan ada kans anggaran BKK tersebut susah dicairkan.

Gara-garanya, anggaran BKK itu terganjal evaluasi gubernur DIJ. Dalam evaluasinya, gubernur menemukan ada ketidakberesan dalam penyusunan anggaran BKK. Meski sudah diplot di RAPBD Tahun Anggaran (TA) 2019 Gunungkidul, ternyata sebagian besar dana BKK itu tidak tercantum di dokumen Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA PPAS) TA 2019 Gunungkidul. Padahal sesuai ketentuan, semua program dan kegiatan yang didanai APBD harus tercantum di KUA PPAS.

“Peningkatan alokasi anggaran sebesar Rp 26.375.500.000 tidak tercantum dalam KUA PPAS TA 2019,” tulis Gubernur DIJ Hamengku Buwono X dalam Keputusan No. 365/KEP/2018 tentang Hasil Evaluasi Raperda APBD TA 2019 dan Rancangan Peraturan Bupati Gunungkidul tentang Penjabaran APBD TA 2019.

Dalam evaluasi tertanggal 14 Desember 2018 terungkap belanja BKK pada KUA PPAS TA 2019 sebesar Rp 4.548.804.300. Dalam perkembangannya di RAPBD TA 2019 yang disetujui bersama DPRD Gunungkidul menjadi sebesar Rp 30.924.304.300.

“Atau meningkat sebesar Rp 26.375.500.000,” beber gubernur. Peningkatan anggaran itulah yang tidak tercantum di KUA PPAS TA 2019. Gubernur mengingatkan, belanja BKK harus berpedoman dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta memperhatikan tata kala waktu perencanaan dan penganggaran.

“Evaluasi gubernur juga menghendaki adanya efisiensi dalam rangka mengurangi defisit. Sebab, nilai defisit APBD TA 2019 Gunungkidul tergolong besar,” ujar Kabid Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD) Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIJ Amin Purwani, Senin (11/2).

Amin ikut mendampingi Kepala BPKA DIJ Bambang Wisnu Handoyo (BWH) menerima kedatangan Bupati Gunungkidul Badingah. Didampingi Sekda Gunungkidul Drajad Ruswandono dan sejumlah pejabat anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Gunungkidul, Badingah memimpin langsung konsultasi dengan Pemprov DIJ.

Konsultasi sebagai tindak lanjut atas evaluasi gubernur. Badingah tiba di kantor BPKA sekitar pukul 08.30. Setelah turun dari mobil dinas Toyota Fortuner warna silver, bupati dua periode itu langsung masuk ruang rapat BPKA. Di sana telah menunggu BWH, Amin dan Kepala Biro Hukum Setprov DIJ Dewo Isnu Broto Imam Santoso.

Badingah terlihat keluar ruangan dua jam kemudian. Ketika ditemui, dia enggan memberikan tanggapan. “Langsung ke Pak Sekda saja,” kilahnya.

Drajad yang berada di sampingnya memberikan sinyal anggaran BKK tersebut belum dapat dicairkan dalam waktu dekat. “Kami harus rapatkan ulang di internal TAPD dulu,” ungkapnya.

Birokrat yang pernah menjabat Sekwan DPRD DIJ itu juga mengungkapkan, pencairan BKK tidak mungkin dilakukan pada triwulan pertama. Apalagi dengan memanfaatkan sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) TA 2018. Sebab, untuk pencairan belanja pada triwulan pertama harus bersumber dari retribusi dan pajak.

TAPD Pemkab Gunungkidul juga akan mencermati ulang pemanfaatan BKK. Sesuai aturan BKK ditujukan untuk menambah pendapatan desa dan mengurangi angka kemiskinan. Dari pencermatannya, anggaran BKK itu juga tidak diterima semua desa. “Ada 23 desa yang tidak mendapatkan alokasi BKK,” terang dia.

Semula konsultasi itu akan diikuti pimpinan DPRD Gunungkidul. Namun hingga konsultasi rampung, tidak ada satupun pimpinan dewan yang hadir. Dari gedung parlemen juga diketahui agenda rapat konsultasi pimpinan dewan dengan pimpinan fraksi membahas evaluasi gubernur itu batal digelar. Harusnya kemarin, dewan mengadakan rapat konsultasi.

“Sementara di-pending (ditunda, Red). Soal kapan akan diadakan, belum ada jadwal,” ucap Anggota Komisi A DPRD Gunungkidul Sugeng Nurmanto. (kus)