JOGJA  – United Nations Children’s Fund (Unicef)  Perwakilan Pulau Jawa mengajak Pusat Studi Gender (PSG) Universitas Nadhlatul Ulama (UNU) Jogja untuk menjadi mitra dalam upaya meningkatkan indikator partisipasi pendidikan di DIJ. Dalam konteks Sustainable Development Goals (SDGs) anak-anak, DIJ sudah punya indikator sangat baik, bahkan sudah 98 persen angka partisipasi pendidikannya.

“Di beberapa kriteria Jogjakarta ada di dua besar. Kami datang ke Jogja bersama UNU lewat Pusat Studi Gender-nya mencari apa saja resep yang dipunyai Jogja untuk mencapai indikator-indikator itu,” ujar Direktur Unicef Perwakilan Pulau Jawa Arie Rukmantara dalam kegiatan sharing data anak di DIJ, Selasa (12/2) lalu.

Arie menyebutkan, resep-resep yang didapatkan nantinya bisa membantu meningkatkan partisipasi pendidikan di 33 provinsi yang belum masuk dalam indikator itu.

“Tidak berhenti di 98 persen saja, dengan kegiatan ini kami harus memastikan Jogja bisa mencapai 100 persen. Mencari dua  persen sisanya dan tantangan-tantangan lainnya,” ungkapnya.

Disebutkan Arie, ada dua tantangan baru yang harus dihadapi pemerintah di DIJ seperti psikososial dan mentalitas terhadap remaja. Psikososial ini berhubungan dengan nutrisi yaitu kecenderungan anak-anak yang snacking (nyemil) tidak sehat.

Masyarakat tidak peduli bahwa kebiasaan snacking itu bisa berdampak buruk saat mereka menjadi orang tua. Kondisi ibu yang tidak sehat membuat anak-anaknya juga tidak berkembang dengan baik dalam kandungan.

“Tantangan kedua adalah perundungan (bullying). Masalah ini akan membatasi SDM generasi muda yang sebenarnya bisa menjadi sangat baik dan unggul karena anak-anak dihadapkan dengan situasi kekerasan di lingkungan sekolah maupun sosial. Sehingga mereka tidak bisa mengembangkan mentalitas yang positif, sportif, dan juara,” paparnya.

Sementara itu, Rektor UNU Jogja Prof Dr Purwo Santoso mengatakan, keterlibatan Unicef bersama UNU dinilai akan merumuskan sejumlah permasalahan pendidikan dan anak-anak untuk kemudian mendapatkan solusi yang terbaik.

“Dari situ akan berbagi peran dan tanggung jawab, apa yang harus dilakukan. Kalau dari UNU lewat PSG, kemudian dibagikan lagi ilmunya kepada kiai yang akhirnya sampai ke masyarakat,” tuturnya.

Diungkapkan Purwo, NU selalu berkaitan dengan kiai, kiai bertanggungjawab kepada jamaah. Dengan forum komunikasi dan kegiatan sejenis, bisa disampaikan apa yang menjadi masalah di masyarakat berikut solusinya. (sce/ita/laz)