Mesin pencacah menjadi salah satu jawaban krisis limbah plastik. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memanfaatkan hasil cacahannya untuk bahan campuran aspal.

SEVTIA EKA N, Sleman

Bentuk mesin bercat biru dengan kombinasi warna kuning di bagian atasnya itu simpel. Ukurannya juga tidak terlalu besar. Memiliki panjang satu meter, tinggi 1,7 meter, dan lebar satu meter.

”Tapi, bisa mencacah 10 hingga 50 kilogram sampah plastik per jam,” jelas Dr Muslim Mahardika tentang kemampuan mesin bercat biru dengan kombinasi warna kuning bagian atasnya itu, di Laboratorium Teknologi Mekanik Universitas Gadjah Mada, Kamis (14/2).

Bersama dengan Dekan Fakultas Teknik UGM Profesor Nizam, Dr Rachmat Sriwijaya, Sigiet Haryo Pranoto, Fajar Yulianto Prabowo, Muslim yang juga ketua Program Studi Teknik program Magister UGM mulai mengembangkan mesin pencacah plastik itu sejak awal 2018. Tim peneliti dari Departemen Teknik Mesin dan Industri Fakultas Teknik UGM ini prihatin dengan banyaknya sampah plastik kresek.

”Pengembangannya juga karena ada permintaan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR),” tutur pria yang didapuk sebagai ketua tim penelitian mesin pencacah plastik kresek ini.

Kementerian yang dinakhodai Basuki Hadimuljono itu memang berkepentingan dengan sampah plastik. Rencananya, plastik akan dijadikan sebagai bahan campuran pembuatan aspal. Karena itu, Kemen PUPR langsung memesan 1.000 unit. Untuk didistribusikan ke kelompok pengelola sampah. Namun, PT Barata Indonesia, Badan Usaha Milik Negara yang ditunjuk sebagai produsen baru memproduksi 500 unit tahun ini.

”Yang terealisasi baru 187 unit. Telah didistribusikan dua minggu lalu. Salah satunya ke Sendangsari, Pengasih, Kulonprogo. Yaitu, Bank Sampah Dhuawar Sejahtera, Kroco,” ungkap Muslim menyebut proses perakitan satu unit mesin membutuhkan waktu sebulan.

Saat demo kemarin, mesin yang telah dipatenkan UGM untuk diproduksi secara masal itu tidak hanya mampu mencacah 10 hingga 50 kg sampah plastik. Tapi, juga mampu menyesuaikan ukuran cacahannya. Mulai satu sampai empat milimeter. Lantaran mesin ini dilengkapi dua jenis pisau sekaligus. Yaitu, pisau statis dan dimanis.

Komponen utama lainnya yang terpasang adalah empat penampung hasil cacahan plastik kresek (hopper), motor listrik, roda gila (fly wheel), belt, dan poros.

”Semuanya menggunakan komponen lokal,” ujarnya.

Bagaimana cara kinerjanya? Muslim memaparkan kerja mesin menggunakan motor listrik AC (alternating current). Lalu, ditransmisikan menggunakan fan belt. Nah, fan belt inilah yang memutar poros pisau untuk mencacah plastik dengan roda gila yang berfungsi sebagai penyimpan inersia.

”Kecepatannya bisa mencapai 400 sampai 1.000 rotasi per menit (rpm),” sebutnya.

Berbeda dengan alat serupa lainnya, Muslim mengklaim bahwa mesin pencacah plastik kresek karyanya berdaya rendah. Hanya dua sampai lima HP (horse power). Dengan begitu, bisa digunakan di setiap rumah. Di sisi lain, harganya juga cukup terjangkau. Rp 25 juta per unit.

”Itu sudah termasuk pajak pengiriman dan training,” tambahnya. (zam)