SLEMAN– Selama sembilan tahun terakhir kasus demam berdarah dengue (DBD) di wilayah Kabupaten Sleman mencapai titik terendah pada 2018. Sebanyak 144 kasus, dengan seorang korban meninggal. Angka kasus DBD kembali meningkat tahun ini. Terhitung sejak awal Januari hingga 25 Februari terjadi 175 kasus. Guna menekan laju kasus DBD, Kepala Dinas Kesehatan Sleman Joko Hastaryo mengajak masyarakat kembali menggalakkan gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (Saru Sitik). Sekaligus mengoptimalkan pemberantasan sarang nyamuk lewat gerakan 3M Plus, yakni menguras, menutup, dan mengubur tempat-tempat yang bisa menjadi penampungan air untuk perindukan nyamuk aedes aegypti. Serta membubuhkan bubuk abate. Atau memelihara ikan di bak air.

Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik telah digaungkan sejak 2015. Melalui ASEAN Dengue Day di Indonesia. Joko menyatakan, keberadaan juru pemantau jentik (jumantik) keluarga cukup efektif menekan perkembangbiakan nyamuk penyebar virus dengue. Dengan begitu, gerakan 3M Plus bisa terlaksana lebih masif. “Jadi masyarakat mengawasi sendiri keberadaan jentik nyamuk di rumah masing-masing. Setidaknya seorang dalam satu keluarga berperan sebagai jumantik,” tutur Joko Selasa (26/2).

Peran jumantik keluarga sangat penting. Selain memantu jentik di rumah masing-masing, jumantik keluarga membuat laporan. Kemudian diserahkan kepada petugas jumantik di puskesmas setempat. Hal yang dilaporkan, di antaranya, jumlah tempat penampungan air bersih yang terbuka maupun tertutup. Lalu jadwal pengurasan bak kamar mandi. Juga jumlah pot bunga, tampungan tetesan air dispenser, serta tanaman berdaun lebar yang bisa menjadi tampungan air. Juga tempat minum burung piaraan. “Selama ini mungkin ada tempat tampungan air positif jentik, tapi terlewatkan oleh petugas jumantik. Nah, di situlah peran jumantik keluarga untuk melaporkannya,” jelas dokter yang berdomisili di Dusun Bronggang, Argomulyo, Cangkringan, Sleman.

Menurut Joko, pengurasan bak air kamar mandi idealnya minimal sekali seminggu. Bukan sekadar membuang air dalam bak. Dinding bak juga harus digosok. Untuk menghilangkan telur jentik yang menempel. Jadwal pengurasan bak air bertujuan memutus siklus hidup aedes aegypti. Stadium nyamuk tersebut sekitar dua minggu. Mulai telur. Menetas menjadi larva. Hingga menjadi nyamuk dewasa. “Bak mandi yang dikuras dengan benar tak akan menjadi tempat perindukan nyamuk,” ujar sosok kelahiran 23 Juli 1961.

Joko lantas menyebutkan ciri-ciri larva (jentik) aedes aegypti. Cukup mudah diamati. Meski dengan mata telanjang. Jentik aedes aegypti selalu menari-nari di dalam genangan air. Di antara dasar tempat penampungan dan permukaan air. “Jentik yang menari di dasar air bukan larva aedes aegypti. Tapi sama-sama tetap harus diberantas,” sarannya.

Sejauh ini gerakan Saru Sitik sedang digalakkan di wilayah Puskesmas Mlati 2. Joko berharap gerakan tersebut bisa ditiru di wilayah lain. Hingga pada akhirnya menjadi gerakan menyeluruh di wilayah Sleman. “Kami terus mengintensifkan sosialisasi supaya tahun ini setiap keluarga memiliki jumantik,” katanya.

Targetnya, seluruh wilayah bebas jentik. Setidak-tidaknya mendekati ambang batas minimal 95 persen. Adapun angka kasus DBD tertinggi di wilayah Sleman terjadi di Kecamatan Gamping. Disusul Depok, Mlati, Ngaglik, dan Kalasan.
Ihwal rendahnya kasus DBD selama 2018, Joko menengarai akibat pengaruh iklim. Pola hujan tahun lalu cenderung rutin (grejih). Sehingga siklus air terus berubah. Beda dengan kondisi awal tahun ini. Hujan relatif lebat, tapi jarang. Sehingga menimbulkan genangan air di tempat-tempat yang kurang menjadi perhatian masyarakat.(*/yog/mg4)