JOGJA – Dua pekan jelang pelaksanaan kampanye terbuka, Pemkot Jogja terus melakukan pemetaan kerawanan. Termasuk melakukan pertemuan dengan kelompok massa partai politik. Sayang, hasilnya tidak tersosialisasikan hingga ke bawah. “Ada kesepakatan tak tertulis dari berbagai kelompok dengan basis massa besar di Jogjakarta. Untuk tidak melintasi kawasan yang dianggap rawan. Ini harusnya dipatuhi hingga level terbawah,” Wakil Wali Kota Jogja Heroe Poerwadi beberapa waktu lalu.
Salah satu kendala, jelas HP, adalah munculnya aksi provokasi. Sejatinya kericuhan bisa dihindari namun tetap terulang. Terbukti dari berbagai catatan, kericuhan terjadi di wilayah yang sama.
Mantan wartawan itu meminta seluruh elemen massa dan partai politik bersikap dewasa. Kericuhan akan berdampak buruk kepada Jogja. Tidak hanya kondisi sosial politik namun juga perekonomian. Terlebih jika ada anggapan suasana rawan saat kampanye parpol tertentu. “Ciptakan suasana Jogja yang aman, damai dan kondusif selama pelaksaan pemilu. Hormati satu sama lain dan menjauhkan potensi kericuhan,” pintanya.
Terpisah Kapolresta Jogja Kombespol Armaini memastikan telah melakukan pemetaan. Strategi awal menghindari pertemuan beberapa kelompok besar. Jajarannya juga tengah berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu baik tigkat provinsi maupun kota, terkait jadwal kampanye.
Berdasarkan jadwal, kampanye terbuka berlangsung 24 Maret hingga 13 April. Perwira menengah tiga melati ini mengakui potensi kericuhan meningkat pada rentang waktu tersebut. Terutama dua kelompok massa besar dari basis Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). “Kami sudah petakan wilayah yang dominan basis hijau dan merah. Beberapa lokasi rawan seperti Ngabean, Jogokaryan dan Warungboto. Terlepas dari itu kami tetap petakan potensi massa dari seluruh peserta pemilu,” jelasnya.
Armaini meminta agar jadwal kelompok bersinggungan tidak berdekatan. Juga lokasi kampanye antar wilayah. Disatu sisi jajarannya siap melakukan pengawalan selama mobilisasi massa. Tentunya berdasarkan kesepakatan antar kelompok terkait wilayah terlarang.
Saat ini Polresta Jogja menyiapkan kekuatan sebesar 1.500 personel. Jumlah ini masih ditambah backup dari Polda DIJ dan Brimob Polda DIJ. Disamping itu juga berkoordinasi dengan Polres lainnya untuk jalur keberangkatan dan kepulangan. “Kami juga tingkatkan ketegasan kami untuk antisipasi kericuhan. Kami sudah tindak peserta konvoi yang menggunakan knalpot blombongan. Jenis knalpot ini memang bentuk intimidasi dan provokasi kelompok lain melalui suara,” tegasnya. (dwi/pra/mg4)