BANTUL – Gubernur DIJ Hamengku Buwono (HB) X akhirnya angkat bicara soal tanah longsor di kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri, Bantul Senin (18/3). Menurutnya, hal itu akibat ketidaktelitian dalam proses pembangunannya. “Kami hanya kurang teliti saja. Karena bebannya besar mestinya ditalud. Tapi ya ora (tidak), begitu aus ya longsor,” ungkapnya di sela memantau kawasan terdampak bencana banjir dan tanah longsor di wilayah Bantul Jumat(22/3).

Ke depan bagian yang longsor akan dibangun lagi. Diperkuat dengan talud. Proses perbaikan menggunakan dana keistimewaan (danais).
Penghageng Administrasi Abdi Dalem Imogiri KRT Rekso Suryohastoro menyatakan, tingkat kerusakan area calon makam HB X tersebut cukup parah. Apalagi bangunan tersebut tergolong baru. Usianya tak lebih tiga tahun.

Menurut Rekso, kejadian longsor disebabkan unsur pengikat bangunannya lemah. Beberapa bagian pagar tak diperkuat cakar ayam. Hanya fondasi biasa. “Dengan fondasi cakar ayam tentu akan lebih kuat,” ujarnya. Selain itu, pagar di sekitar kompleks makam dinilainya kurang besar. Lubang anginnya terlalu kecil. Sehingga saat hujan lokasi tersebut sering tergenang air.

Rekso menengarai masalah itu terjadi lantaran pemborong lama proyek pembangunan kompleks makam minim konsultasi dengan pengurus makam. Mereka hanya memonitor jalannya proyek.

“Saya kira (pemborong, Red) sudah konsultasi. Tapi namanya pemborong mungkin yang dikonsultasikan yang baik-baik saja,” duganya.
Penghageng Kadipaten Puroloyo Kotagede dan Imogiri KRT Hastodiningrat berpendapat lain. Dia menduga longsor karena faktor alam. “Apalagi di sana (kompleks makam) sudah berusia ratusan tahun,” imbuhnya. Dia mengklaim bahwa selama proses pembangunan kompleks makam pemborong sudah konsultasi.

Sementara ini titik lokasi longsor hanya ditutupi terpal. Demi mencegah air hujan kembali mengikis permukaan tanah. Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIJ Biwara Yuswantara menargetkan proses pemasangan terpal butuh waktu tiga hari. Kendati demikian, dia tak yakin bisa selesai tepat waktu. Alasannya, butuh banyak terpal yang harus dijahit satu dan lainnya. Butuh 220 terpal dengan luas 4 ribu meter persegi.

Di bagian lain, HB X mengusulkan pembangunan embung di wilayah Imogiri. Sebab, ketika wilayah Kota Jogja dilanda hujan deras, debit air mengalir di Sungai Oya yang berhilir di wilayah Bantul terlalu tinggi. Sehingga meluap. Itulah yang menyebabkan wilayah tersebut selalu kebanjiran setiap musim hujan.

Dengan embung, HB X optimistis, air dari arah utara tak langsung menuju selatan lewat jalur Sungai Oya. Tapi tertampung lebih dulu di embung tersebut. “Solusi permanennya, air dari utara dicegat dengan embung. Agar air bisa disudet. Sehingga beban air ke selatan lebih sedikit,” tuturnya.

Seiring sejalan, keberadaan embung juga untuk menunjang kebutuhan irigasi pertanian.
Realisasi pembangunan embung masih akan dikaji lebih dalam. Termasuk menentukan jumlah dan lokasinya. Dikaitkan juga dengan area persawahan yang membutuhkan air. HB X memberi gambaran, embung akan dibangun di Sultanaat Grond (SG).

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIJ Hananto sudah memahami kehendak gubernur. Namun, pembangunan embung, menurutnya, bukan pekerjaan
gampang. Harus ada kajian topografi dan kondisi geologis di sekitar wilayah terdampak pembangunan embung. ” Yang jelas dhawuh (perintah) beliau sudah kami serap dan akan kami tindak lanjuti. Sesegara mungkin,” ujarnya.

Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO) Agus Rudianto menyambut usulan HBX. Karena fungsi embung cukup penting dalam pengelolaan air. Terutama untuk mengurangi debit air saat musim hujan. (cr5/yog/mg2)