JOGJA – Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi dengan indeks pembangunan manusia (IPM) tertinggi nomor dua setelah DKI Jakarta. IPM diukur dari tingkat harapan hidup, partisipasi pendidikan dan kesehatan masyarakat.

“Kita maklum DKI Jakarta nomor satu karena APBD-nya mencapai Rp 80 triliun. Sedangkan APBD DIY Rp 5 triliun,” ungkap Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksana di depan warga Desa Tamanan, Banguntapan, Bantul pada (22/3).

Yoeke datang ke Balai Desa Tamanan dalam rangka menyosialisasi Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembangunan Ketahanan Keluarga. Di hadapan warga, ketua dewan menyebutkan angka harapan hidup warga DIY tertinggi di Indonesia. Untuk laki-laki 74 tahun dan perempuan 76 tahun.

Ayah dua anak ini membeberkan luas DIY hanya 3.500 kilometer persegi. DIY boleh dibilang minim sumber daya alam (SDA). Juga tidak punya industri besar. DIY hanya memiliki sumber daya manusia (SDM). Karena itu, masa depan DIY sangat tergantung dari pembentukan SDM generasi mudanya. “Mereka 10 hingga 20 tahun lagi bakal menjadi pemimpin masa depan,” lanjut dia.

Dia sepakat dengan visi misi Gubernur DIY 2017-2022 mewujudkan masyarakat DIY yang sejahtera, bermartabat dan mandiri. Mandiri artinya mampu mengelola SDM dan SDA. Menjadikan DIY yang mandiri, papar Yoeke, harus mempunyai generasi muda yang kuat, cerdas dan bisa diandalkan.

Hanya saja, dia mengaku cemas dengan kondisi sebagian remaja yang terlibat klitih. Mereka belum tentu berasal dari keluarga broken home. Namun hanya kurang perhatian karena kedua orang tuanya sibuk bekerja. Kemudian anak-anaknya dititipkan nenek atau saudaranya.

Ketua dewan dua periode ini juga prihatin dengan maraknya kasus oplosan miras. Dia mendukung kepada Polda DIY melakukan penegakan hukum. Dengan kewenangannya, DPRD DIY bersama gubernur DIY sudah melakukan langkah-langkah pencegahan klithih maupun miras oplosan.

Caranya dengan menyentuh keluarga. Sebab, keluarga adalah fondasi utama terbentuknya tatanan masyarakat. Bila keluarga kokoh, dari tingkat desa, kabupaten hingga DIY menjadi kokoh pula. “Melihat profil DIY ke depan, bisa dilihat dari keluarga,” ujarnya.

Yoeke menceritakan, pada 2018 DPRD DIY berhasil mengesahkan Perda Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembangunan Ketahanan Keluarga. Perda tersebut merupakan inisiatif dewan. Lebih membanggakan lagi, perda tersebut kali pertama di Indonesia.

Dengan keberhasilan mengesahkan Perda Pembangunan Ketahanan Keluarga itu, Yoeke mendapatkan surat dari Kementerian Agama RI. Dia diminta menjadi narasumber. Rupanya kementerian agama mendukung langkah DIY membentuk keluarga yang baik dan sehat. Belakangan, Kementerian Agama RI mensyaratkan pasangan yang akan menikah wajib memiliki semacam surat izin menikah (SIM). Itu artinya, pembentukan keluarga harmonis harus dimulai sejak perencanaan pernikahan.

“Insyaallah pendidikan pra-menikah bisa membentuk keluarga sakinah. Ini penting karena anak-anak zaman sekarang sudah tidak menerima pelajaran PMP, budi pekerti moral dan etika,” lanjutnya.

Hal lain yang tak kalah penting membentuk ketahanan keluarga adalah kesehatan. Pemeriksaan kesehatan sebelum nikah ada manfaatnya. Di antaranya, bisa menjadi bekal calon pasangan bersiap-siap membentuk keluarga sekaligus mencegah kemungkinan terkena penyakit HIV/AIDS.

Lurah Tamanan Banguntapan Bantul Sriyanto mengakui situasi dan zaman sudah berbeda. Kondisi itu kadang membuat kehidupan rumah tangga tidak harmonis. Terutama dipicu masalah ekonomi.

“Golek duit angel. (cari uang susah, Red). Tapi Alhamdulillah, di Tamanan gampang, karena para ibu terlihat lemu-lemu (gemuk-gemuk, Red),” kata Sriyanto disambut tawa.

Sosialisasi juga menghadirkan narasumber Kepala Bidang Pengendalian Penduduk Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPPKBPMD) Kabupaten Bantul Rumanto dan Heru Triyono dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk DIY.(*/kus/mg2)