SLEMAN – Penumpukan sampah akibat diblokirnya akses ke tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) Piyungan, bukan hanya dirasakan di Kota Jogja. Kabupaten Sleman juga mendapatkan getahnya.
Pemkab Sleman juga nampak kebingungan menangani masalah sampah. Padahal sebelumnya pemkab telah gencar untuk mengampanyekan gerakan 3R (reduce, reuse, recycle). Namun hingga kini gerakan itu juga belum maksimal.
Salah satu prinsip dari 3R adalah memanfaatkan kembali. Sampah dipilah dari yang organik dan anorganik. Untuk sampah organik bisa dimanfaatkan sebagai kompos. Dan sampah anorganik bisa diolah menjadi kerajinan.
Masyarakat, melalui TPS 3R, sebenarnya telah memanfaatkan sampah-sampah itu. Hanya saja untuk saat ini dari sektor pemasaran belum maksimal. “Pemerintah baru membantu dalam hal pelatihan,” kata Ketua TPS 3R KSM Kenanga, Merdiko, Tempel, Haryati Sumiati Kamis (28/3).
Menurut Haryati, kelompok TPS 3R KSM Kenangan Merdiko bisa mengolah sampah botol dan plastik kemasan menjadi kerajinan yang memiliki nilai jual. Sebut saja tas, bunga plastik, piring dan tirai dari botol minuman. Hanya saja, untuk produksi pihaknya masih menunggu datangnya pesanan dari konsumen. “Bikinnya (kerajinan) tidak tentu. Kalau sebulan ada pesanan, baru bikin. Klau tidak, ya sesempatnya saja,” ungkapnya.
Memang kendala utama, kata dia, ada di pemasaran. Minimnya jaringan menjadi penyebab. “Kalau bisa ya pemerintah tidak hanya memberi pelatihan, tapi juga membantu memasarkan dengan mencarikan link,” ujarnya.
Untuk saat ini, cara pemasaran produk recycle sampah anorganik di kelompoknya masih melalui online. Selain itu juga dari mulut ke mulut. “Kalau ada pameran, kami juga titipkan ke situ,” ungkapnya.
Menurut Haryati, perbandingan antara sampah organik dan anorganik yang diolah sebesar 20:80. Jika dihitung, pemanfaatan sampah plastik yang diubah menjadi kerajinan ini tentu akan mengurangi jumlah sampah yang ada. Sebab, untuk satu tas slempang sederhana saja, bisa dibuat dengan puluhan lembar plastik kemasan bekas.
Selain mengurangi jumlah sampah plastik, juga akan menambah perekonomian masyarakat. Sebab, harga jual kerajinan dari plastik bekas itu bisa sampai Rp 250 ribu. “Tapi sekali lagi itu kalau ada pesanan, atau kalau ada kunjungan dari pejabat baru kami buat,” bebernya.
Terpisah, Kabid Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sleman Dwi Wulandari menjelaskan pihaknya turut membantu dalam penjualan produk recycle dari sampah. Hanya saja tidak semua bisa dijual begitu saja. “Harus lolos kurasi,” katanya.
Lebih lanjut, Wulandari menjelaskan, untuk produk daur ulang yang bisa dibantu pemasarannya adalah produk yang berasal dari Sleman. Selain itu, juga harus lolos dalam kurasi oleh tim Disperindag Sleman. Juga produksinya harus berkelanjutan. “Intinya kalau layak dan potensial, akan kami bantu,” tegasnya.
Terkait pelatihan, Wulandari menjelaskan hingga saat ini belum mengadakan pelatihan apa pun. Bahkan permintaan dari para perajin juga tidak pernah ada. “Justru yang ada itu malah pelatihan dari PKK dan OPD lain,” jelasnya. (har/laz/mg3)