JOGJA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dandeni Herdiana SH bergeming. JPU dari Kejati DIJ itu tetap menghendaki agar delapan orang ahli waris dari GKR Pembayun alias Waluyo alias Sekar Kedhaton, putri Susuhunan Paku Buwono X, yakni Suwarsi dan kawan-kawan (dkk) beserta penasihat hukumnya Prihananto SH dijatuhi hukuman sesuai tuntutan.

“Kami tetap seperti tuntutan semula,” ucap Dandeni saat membacakan replik sebagai tanggapan atas pledoi penasihat hukum para terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jogja, Rabu (10/4).

Delapan terdakwa itu meliputi Suwarsi, Eko Wijanarko, Dwi Mahanani Endah Prihatin dan Hekso Leksmono Purnomowati. Kemudian Nugroho Budiyanto, Rangga Eko Saputro, Diah Putri Anggraini serta Ida Ayuningtyas. JPU dalam tuntutannya terdakwa 1-8 ini melanggar pasal 277 ayat (1) jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana dan menuntut mereka dengan hukuman antara 1,5 tahun hingga 2 tahun penjara. Mereka dianggap melakukan penggelapan asal usul.

Suwarsi dkk itu dituduh melakukan penggelapan asal usul karena mengaku keturunan GKR Pembayun, putri raja Surakarta Susuhunan Paku Buwono X dengan GRAj Moersoedarinah atau GKR Hemas, putri Sultan Hamengku Buwono VIII.

Suwarsi dkk melalui penasihat hukumnya Prihananto SH menggugat Paku Alam X terkait sengketa kepemilikan tanah bandara Kulonprogo. Gugatan diajukan ke PN Wates dan PN Jogja. Suwarsi dkk sebagai ahli waris Pembayun memegang eigendom atau sertifikat hak milik No 674 verponding No 154 atas nama Moersoerdarinah di atas tanah seluas 1.200 hektare.

Lokasinya ada di Desa Temon, Sindutan, Paliyan dan Desa Glagah  Kecamatan Temon, Kulonprogo. Kini sebagian tanah sengketa itu digunakan untuk bandara yang baru. Sertifikat hak milik  diterbitkan kantor Notaris Hendrik Radien di Jogjakarta pada 19 Mei 1916. Di pihak lain Paku Alam  X juga mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut. Dasarnya tanah itu berdasarkan UUK DIJ dinyatakan sebagai Pakualamanaat Grond atau tanah kadipaten.

Sedangkan terhadap Prihananto, JPU menuntut selama 3 tahun. Advokat asal Surakarta itu dituduh melanggar pasal 264 ayat (2) KUHPidana karena menggunakan surat keterangan Camat Temon, Kulonprogo yang diduga palsu. Surat itu digunakan sebagai bukti tambahan saat sidang gugatan melawan PA X.

Dalam persidangan itu, sembilan terdakwa itu didampingi penasihat hukum yang juga berjumlah sembilan orang. Mereka adalah Bambang Hadi Supriyanto SH, Dr Song Sip SH MH, Wahyu Winarto SH, Slamet Mulyadi SH MH dan Ibnu Wisuko SH. Kemudian Arlen Purba SH, Burmawi Kohar SH, Arkan Cikwan SH serta Sri Kalono SH, MSi.

Mengomentari sikap JPU itu, Bambang Hadi Supriyanto SH sebagai koordinator tim penasihat hukum menyatakan siap memberikan tanggapan balik. “Kami akan sampaikan dalam duplik,” tegasnya.

Dikatakan, tuduhan penggelapan asal usul tidak lebih sebagai upaya kriminalisasi terhadap kliennya. Sebab, kasus itu tidak terkait langsung dengan perkara pokoknya berupa sengketa tanah bandara berikut ganti rugi sebesar Rp 701 miliar. Sebab, kliennya mempunyai dokumen asli berupa Vonnis Nazab nomor 127/D/III dari Raad Igama Surakarta atau Pengadilan Agama Surakarta 12 September 1943.

“Ini menunjukkan BRAy Koeswarsijah alias Suwarsi adalah keturunan Susuhunan Paku Buwono X dengan permaisuri GKR Hemas atau GRAj Moersoedarinah yang kemudian melahirkan  GKR Pembayun,” terang Bambang. Suwarsi lahir dari pernikahan Pembayun dengan RM Wugu Harjosutirto asal Madura.

Di pihak lain BRM Munier Tjakraningrat dan keluarganya yang mengklaim sebagai keturunan GKR Pembayun alias Kustiyah mendapatkan pengakuan sebagai keturunan Moersoedarinah baru pada 2018.  “Itupun dengan permohonan yang hanya menggunakan bukti-bukti berupa fotokopi yang tidak pernah ada aslinya,” bebernya. Munier lahir dari perkawinan Pembayun dengan Sis Tjakraningrat yang juga dari Madura.

Karena itu, dalam pledoi terdahulu pihaknya sengaja memberi judul “Dapatkah Akta Otentik Dikalahkan oleh Surat Fotokopi. Bambang mempertanyakan munculnya tuduhan dari Munier setelah kliennya menunjukkan adanya eigendom  tanah bandara Kulonprogo atas nama Moersoedarinah binti Moertedjo. Nama Moertedjo merupakan nama kecil  HB VII.

“Apakah ini tidak berarti Munier muncul dan mengaku keturunan Moersoedarinah supaya mendapatkan bagian dari uang ganti rugi bandara Rp 701 miliar yang diam-diam sudah dicairkan Paku Alam X?” sentil Bambang. (kus/laz/mg1)