JOGJA – Potongan informasi terkait ditangkapnya Agus Melasi, 36, terus terkuak. Warga yang mengontrak di Prawirodirjan, Gondomanan, Kota Jogja, itu diduga terlibat jaringan terorisme Sibolga. Sayangnya dari pihak kepolisian masih enggan berkomentar terkait kasus kali ini.
Radar Jogja kembali mendatangi kediaman terduga di RT 43/RW 13 Prawirodirjan. Sang ibu, KTYH, mulai mau berkomunikasi meski tidak terlalu banyak. Dia mengungkapkan kegiatan anaknya, Agus Melasi, tidak mencurigakan.
“Paling ya ke Malang, itu saja ke rumah istrinya. Tidak pernah pergi lama dari rumah. Kalau pekerjaan setahu saya cuma stel velg di barat eks Bioskop Permata itu,” katanya, Minggu (14/4).
Dari seluruh teman Agus, ibu paroh baya ini hanya sering bertemu dengan Endi, yang juga ikut dibawa Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Hampir setiap hari pria yang beralamatkan Dipowinatan, Mergangsan, Kota Jogja, itu berkunjung ke rumahnya. Hanya saja ia mengaku tidak tahu pembahasan antara anak dan temannya tersebut.
Di satu sisi dia meminta kejelasan akan kondisi Agus. Hingga kini dia tidak mengetahui kabar dan keberadaan suami dari Re, 28, tersebut. Begitu pula saat dia bertanya kepada menantunya. Meski sama-sama diamankan, tidak bertemu dengan anaknya.
KTYH sambat karena cucunya yang berusia empat tahun menangis malam harinya. Guna meredam tangisan sang cucu, ia berbohong kalau Agus sedang bekerja. Di satu sisi dia juga tidak bisa berkomunikasi, karena dua gawai miliknya dan satu gawai milik Re, turut disita aparat.
“Dari Polsek juga tidak ada yang datang dan menjelaskan. Kalau menantu saya kemarin bilangnya dibawa ke Polda. Tapi tidak tahu Agus di sana juga atau tidak,” ujarnya.
Sebelum penangkapan, beberapa tetangga sejatinya sudah menangkap kejanggalan. Meski tergolong srawung, komunikasi tidak lancar. Agus justru lebih intens saat berinteraksi dengan temannya dibanding tetangga rumahnya.
Salah seorang tetangga, Wd, 60, mengungkapkan, Agus memiliki perilaku tak biasa. Salah satunya terkait ibadah wajib. Jika sang imam merupakan pegawai negeri sipil (PNS), Agus enggan berjamaah. Begitu pula saat salat Jumat.
“Beberapa tahun lalu juga sempat ada teman-temannya dari Malaysia datang. Banyak sekali saat itu, katanya mau ikut aksi demonstrasi di Jakarta. Sempat mau saya laporkan ke Polsek jika kumpul-kumpul lagi di sini,” ujar pria paroh baya ini.
Wd juga sempat menangkap adanya kegelisahan pada diri Agus. Hanya saja awalnya dia mengira itu atas dasar faktor ekonomi. Di mana beberapa hari belakangan profesi stel velg mulai tidak jelas. Terlebih lokasi tempatnya mangkal akan dibangun oleh sang pemilik lahan.
Terkait sosok Endi, Wd memang sempat berjumpa sebelum penangkapan. Pria tersebut sempat duduk di selasar Masjid Taqarruba. Dalam perbincangan singkat Wd mengetahui profesi Endi sebagai penjual senjata tajam.
“Tidak sering bertemu, tegur sapa ya seadanya saja. Bisnisnya senjata tajam katanya didatangkan dari luar (impor). Kadang mendatangkan satu kontainer,” katanya. (dwi/laz/by)