BANTUL – Kondisi Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Bantul memprihatinkan. Rutan yang terletak di Guwosari, Pajangan, itu sejak dua tahun terakhir overload. Saking parahnya, rutan harus memindahkan warga binaannya ke rutan lain.
Kepala Rutan Kelas IIB Bantul Soleh Joko Sutopo menyebut kapasitas ideal rutan hanya 127 orang. Namun, sejak 2017 jumlah warga binaan yang masuk sekitar 150 hingga 160 orang. Bahkan, jumlah warga binaan pada 2019 mencapai 200 orang.
”Paling banyak pada 2019,” jelas Soleh di kantornya Rabu (29/5).
Meski overload, kata Soleh, rutan tak bisa sembarangan memindah warga binaan. Rutan harus mendapatkan lampu hijau dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIJ. Lantaran tidak hanya Rutan Kelas II Bantul yang overload. Beberapa rutan di DIJ juga mengalami hal serupa.
Selain itu, warga binaan yang bisa dipindah juga hanya kasus tertentu. Pada 2019, contohnya, rutan memindah 13 warga binaan kasus narkotika. Mereka dipindah ke Lapas Narkotika Kelas II A Jogjakarta.
”Untuk kasus kriminal lain tetap di rutan ini,” ujarnya.
Terkait warga binaan Rutan Kelas IIB Bantul, Soleh menyebut, mayoritas dari kasus kriminal umum. Di antaranya, pencurian, penipuan, penggelapan, hingga pencabulan. Sisanya kasus penyalahgunaan narkotika.
Ketika disinggung mengenai usia warga binaan, Soleh mengungkapkan, dari berbagai generasi. Mulai usia produktif hingga lansia. Namun, usia warga binaan ini bisa diklasifikasi dalam jenis kasus yang menjeratnya. Usia produktif mayoritas terjerat kasus pencurian, penggelapan, dan penipuan. Sedangkan orang dewasa dan lansia mendominasi kasus pencabulan.
”Kasus narkoba didominasi anak-anak muda,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu Soleh juga menyinggung penghuni rutan yang dipimpinnya. Rutan Kelas IIB Bantul hanya menampung warga binaan laki-laki. Jadi, warga binaan perempuan ditempatkan di Lembaga Permasyarakatan Perempuan Jogja.
”Kemarin ada satu anak-anak di bawah umur karena kasus pencurian. Dieksekusi ke Lembaga Pelatihan dan Keterampilan (LPK),” tambahnya. (cr6/zam/er)