beberapa waktu lalu. Kini, jumlah kunjungan wisatawan berkurang. Menurun.
Di saat menurunnya jumlah kunjungan pariwisata di Bumi Handayani, saat ini justru muncul persoalan baru meski kasusnya lama. Yakni, silang pendapat yang berujung perselisihan antara kelompok sadar wisata (pokdarwis) dengan Pemkab Gunungkidul.
Salah satu persoalan yang mencuat melibatkan Pokdarwis Pantai Gesing Padukuhan Bolang, Desa Girikarto, Kecamatan Panggang. Mereka berhadapan dengan pemkab.
Perselisihan terkait penarikan retribusi. Sejak awal tahun lalu muncul kasus dobel retribusi. Dobel retribusi ini terus berlangsung dan mencapai puncaknya pada H-1 Lebaran 2019.
Pokdarwis dan pemkab masing-masing memiliki tempat penarikan retribusi. Untuk diketahui, jarak antara tempat pemungutan retribusi pemerintah dengan pos pemungutan retribusi milik pokdarwis lebih dari dua kilometer.
Nah, menjelang Idulfitri lalu, kepolisian bersama dengan muspika Kecamatan Panggang melakukan pemblokiran di depan pintu masuk Pantai Budges (Buron Gesing). Pokdarwis dilarang melakukan pemungutan retribusi terhadap wisatawan. Bahkan, petugas sempat memasang portal menuju pintu masuk.
Waktu itu, emosi pengelola pokdarwis tersulut. Bahkan, mereka berencana membumihanguskan seluruh fasilitas yang selama ini telah dibangun bersama masyarakat. Beruntung, konflik bisa diredam.
Tapi, itu hanya sementara waktu. Potensi konflik masih ada.
”Kami berharap kepada publik agar mengetahui duduk perkara permasalahan ini. Kami tidak mau disalahkan,” kata Ketua Pokdarwis Aris Sargiyo saat dihubungi , kamis (13/2).
Aris membeber awal mula munculnya Pokdarwis Pantai Gesing pada 2016. Waktu itu, pokdarwis merintis wisata di kawasan Pantai Gesing.
Kondisi Pantai Gesing masih berupa semak belukar. Tidak tidak ada jalan tembus menuju pantai itu.
”Hingga kemudian, ada jalan setapak dan wajah pantai mulai terlihat,” ucapnya.
Setelahnya, pokdarwis mengundang Dinas Pariwisata Gunungkidul untuk melakukan pengecekan potensi wisata di kawasan tersebut. Lantas, dilakukan peresmian oleh Bupati Gunungkidul Badingah juga pada 2016.
Melalui pemerintah desa wakti itu, ada sokongan dana untuk pembangunan gedung pertemuan dan pengerjaan talud. Totalnya mencapai ratusan jua rupiah. Khusus untuk pembangunan talud menelan biaya sebesar Rp 152 juta.
”Sejak 2016, pengelola sudah melakukan pungutan dengan menggunakan dasar dasar hukum Perdes No 13 Tahun 2015, hasilnya sebagian masuk ke desa,” bebernya.
Hanya saja, berselang satu tahun kemudian muncul Perda Kabupaten Gunungkidul No2 Tahun 2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Perda Kabupaten Gunungkidul No 6 Tahun 2012 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga.
”Pungutan yang kami lakukan dikatakan ilegal. Puncaknya H-1 lebaran lalu. Jalan masuk menuju Pantai Buges diportal dan kami dilarang melakukan pungutan,” terangnya. (gun/amd/zl)