SLEMAN – Pengadilan Agama (PA) Sleman mencatat, setelah Lebaran menyidangkan rata-rata 30 pasangan yang meminta cerai per hari. “Memang agak banyak yang meminta cerai setelah Lebaran,” kata Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Sleman Muslih Rabu (19/6).
Dia mengatakan, biasanya perceraian setelah Lebaran karena ada masalah saat sedang merantau. Sehingga saat mudik Lebaran menjadi momentum untuk berpisah.
“Memang ramai (perceraian). Karena, dari pulang merantau lalu mengajukan (gugatan cerai). Tapi putusannya satu dua bulan ke depan,” kata Muslih.
Biasanya, kata Muslih, yang mengajukan cerai pihak perempuan. Setidaknya 60 persen yang mengajukan cerai dari pihak perempuan. “Kalau dari laki-laki jarang. Karena mungkin banyak pertimbangan,” kata Muslih.
Perceraian, lanjutnya, biasanya dipicu hal-hal kecil. Seperti ada suami atau istri yang membuka HP pasangannya. Lalu ditemukan hal-hal yang bersifat pribadi. Ujungnya cekcok dan mengajukan cerai.
“Tidak hanya itu. Biasanya juga dipicu masalah tanggung jawab. Dimana masing-masing meninggalkan tanggung jawab,” ujar Muslih.
Dari data PA Sleman pada April ada kasus gugat cerai sebanyak 556. Rinciannya, 169 kasus merupakan cerai talak. Sebanyak 387 cerai gugat. Perkara cerai yang dikabulkan sebanyak 151 kasus.
Sedangkan bulan Mei ada 506 perkara cerai. Dimana 158 merupakan cerai talak dan 348 cerai gugat. Yang dikabulkan sebanyak 141 perkara cerai.
“Kalau di bulan Ramadan dan jelang Lebaran agak turun. Mungkin baru fokus beribadah,” kata Muslih.
Dia menjelaskan, hingga Mei 2019 ada 50 permohonan dispensasi kawin. Yang diputus 32 permohonan. “Dari yang mengajukan, rata-rata anak SD atau SMP. Usia sekitar 13 tahun,” kata dia.
Mereka yang mengajukan dispensasi kawin kebanyakan karena hamil luar nikah. Mau tidak mau harus dinikahkan.
Jika dispensasi kawin tidak dikabulkan, kepastian hukum calon anak tidak terjamin. “Memang itu salah (hamil di luar nikah). Tapi kalau tidak dinikahkan, anak tidak terjamin kepastian hukumnya. Jadi dilematis,” ungkap Muslih.
Mereka yang hamil luar nikah dan usianya belum cukup pada dasarnya belum siap menikah. Pengetahuan pascamenikah juga minim.
Mereka yang menikah usia dini rentan perceraian. “Sudah isi (hamil) duluan, jadi kalau tidak dinikahkan orang tua yang malu,” katanya. (har/iwa/fj)