JOGJA – Jogja sebagai kota pendidikan sudah dikenal sejak dulu. Menjadi tempat ideal untuk menuntut ilmu sedari SD hingga perguruan tinggi. Predikat Jogja sebagai kota pendidikan kembali terbukti dari hasil Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tingkat SMP Minggu.
Dua SMP asal Kota Jogja memasuki peringkat 10 besar nasional peraih rerata nilai UNBK terbaik. SMPN 5 Jogjakarta menduduki peringkat pertama dengan rata-rata nilai UN, 95,26. SMPN 8 berada di peringkat kelima dengan rata-rata nilai UN 93,61. Adapun SMP asal Kota Jogja yang meraih peringkat 100 besar adalah SMPN 2 dan SMPN 1 Jogja.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Jogja Budhi Asrori mengakui, mengemban predikat kota pendidikan bukanlah hal yang mudah. Diperlukan beragam inovasi dan upaya bagi setiap pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang kondusif, supaya label kota pendidikan tak hanya menjadi jargon semata. Disdik Kota Jogja menjadi salah satu lembaga yang mengemban tanggung jawab tersebut.
Disdik memiliki tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang pendidikan. Merancang kebijakan dan program untuk meningkatan kualitas pendidikan menjadi capaian utama kinerja Disdik.
“Citra Jogja sebagai kota pendidikan telah diemban semenjak berdirinya beragam lembaga dan organisasi pendidikan sejak zaman penjajahan,” katanya kepada Radar Jogja Minggu.
Budhi menyebut keberadaan organisasi Muhammadiyah, yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Jogjakarta pada 1912 dan Taman Siswa yang didirikan bapak pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara pada 1922.
“Juga ada yayasan lintas agama yang sudah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan seperti Pangudi Luhur dan Kanisius”, tambah Budhi. Menurut dia hal tersebut mampu mempengaruhi atmosfir pendidikan yang ada di Kota Jogja.
Tak mengherankan apabila kota Jogja mampu menjadi magnet para pelajar untuk mengemban pendidikan. Beragam perguruan tinggi ternama seperti Universitas Gajah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga juga didirikan di wilayah ini.
Selain latar belakang sejarah yang panjang, Budhi juga menyebut, karakter masyarakat Jogja sendiri juga turut berperan dalam membangun iklim pendidikan yang kondusif. Komitmen pendidikan masyarakat Jogja terhadap pendidikan itu tinggi. Masyarakatnya tidak materialistis atau mau berinvestasi lebih untuk pendidikan. “Aku rapopo ra ndue, tapi anak e sing penting sekolah. Orang jogja mementingkan pendidikan bagi anak-anaknya. menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap pendidikan”, jelasn mantan Sekretaris Disdik Kota Jogja itu.
Latar belakang kultural dan sejarah wilayah Jogja, menurut Budi, merupakan modal utama membangun kota pendidikan. Yang tak kalah penting, untuk mengayomi beragam potensi tersebut juga diperlukan keberadaan tenaga pendidik yang berkualitas.
Guru sebagai tulang punggung pendidikan sangat berpengaruh dalam menunjang kualitas pendidikan. Untuk meningkatkan kompetensi guru, Disdik aktif menghelat pendidikan dan pelatihan (Diklat). Misalnya adalah diklat penulisan soal, manajemen sekolah, dan peningkatan metode pembelajaran. “Treatment khusus untuk mempertahankan kualitas guru juga dilakukan, seperti intentifikasi guru honorer, dan pemberian TPP (Tunjangan Perbaikan Penghasilan)”, tuturnya.
Budhi menambahkan, untuk kualitas guru, DIJ mampu menempati peringkat satu nasional dalam Uji Kompetensi Guru (UKG) pada 2017/2018. Dengan angka rata-rata di atas 70, sesuai dengan standar Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kompetensi guru seperti profesionalisme dalam menyampaikan materi, keahlian pedagogig atau penguasaan materi pelajaran terus ditingkatkan. “Guru-guru di Jogja relatif sudah kompeten”, tambahnya.
Pemerataan kualitas pendidikan juga menjadi komitmen utama Disdik dalam menjalankan kinerjanya. Tujuan itu dicapai dengan beragam upaya seperti menghelat loka karya manajemen sekolah, pendampingan akreditasi sekolah, verifikasi pendirian, dan penataan sekolah. Output yang dihasilkan adalah peningkatan sekolah berakreditasi A untuk jenjang SD, maupun SMP.
Pada 2017, presentasi SD yang sudah terakreditasi A adalah 77,71 persen sedangkan pada 2018 meningkat menjadi 93,63 persen. Untuk jenjang SMP pada 2018 adalah 67,80. Pada 2018 meningkat menjadi 91,63 persen.
Kualitas pendidikan juga dilihat dari ketersediaan akses pendidikan. Salah satu indikator dasar yang biasa digunakan untuk melihat sejauh mana pemerintah memberi akses pendidikan kepada warganya dapat diamati melalui Angka Partisipasi Sekolah (APS). APS merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap usia sekolah.
Angka partisipasi sekolah di Kota Jogja terus meningkat sejak tahun 2017 yaitu 95,01 persen dan 95,07 persen pada 2018. Disdik menargetkan APS sebesar 95,10 persen untuk 2019. Tapi Disdik juga masih memiliki PR terkait masih terdapat penduduk Kota Jogja usia sekolah yang belum mengenyam pendidikan baik di sekolah formal maupun non formal sebesar 4,93 persen. Hal ini diduga disebabkan karena faktor sosial budaya seperti kenakalan remaja.
Oleh sebab itu pendidikan keluarga juga berperan sebagai pondasi utama untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah. “Kenakalan remaja masih banyak terjadi seperti klitih. Disebabkan karena kurangnya pengawasan orang tua. Beberapa siswa menjadi terlantar atau bahkan sampai dikeluarkan dari sekolah”, jelasnya.
Sinergisitas terhadap dinas terkait lain juga diperhatikan untuk menciptakan atmosfer pendidikan yang lebih baik. Misalnya adalah sekolah tanggap bencana bersama Badan Penanggulangan Bencana (BPBD), sekolah ramah anak dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat (BPPM), dan peningkatan literasi dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan.
Pemetaan infrastruktur pendidikan juga digelar bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan Dan Energi Sumber Daya Mineral. “Misalnya evaluasi kondisi gedung dan pembaharuan pembangunan gedung-gedung yang tidak layak”, ucap Budhi.
Citra Jogja sebagai kota Jogja harus dipertahankan dengan peningkatan kualitas pendidikan yang ditargetkan meningkat setiap tahun. “Kota pelajar sebagai kota pendidikan juga harus didukung dengan pendidikan karakter, kognitif, dan afeksi”, tegasnya. (**/cr16/pra/zl)