JOGJA – Wacana bus berdimensi besar dilarang masuk dalam kota disambut baik para sopir. Mereka juga mengeluhkan padatnya jalanan di dalam kota. Terutama saat musim liburan.

Salah satunya seperti Jojo, sopir bus travel pariwisata Jakarta – Jogja mengaku merasa diringankan dengan wacana Pemprov DIJ itu. Dia mengatakan dengan adanya pelarangan Bus masuk Kota saat Selasa Wage justru akan mengurangi kemacetan. Driver yang sering membawa wisatawan ke Kota Jogja, minimal sebulan tiga kali itu, mengaku tidak sempat mengambil istirahat karena terkendala kemacetan lalu lintas pada saat memasuki kawasan Kota Jogja.

“Malah justru lebih bagus, jadi meringankan kami tidak macet-maceran di jalan. Jadi kami langsung ke tempat parkiran bisa cepat beristirahat,” ungkapnya saat ditemui di Parkir Senopati Senin (1/7).

Dia juga menilai larangan itu akan berdampak positif untuk perekonomian penduduk asli Jogja. Di antaranya bagi penegmudi becak atau andong, yang bisa mengangkut wisatawan. “Ya dengan gitu kan bisa bagi-bagi rezeki sama penduduk warga asli sini,” tambahnya.

Serupa dengan yang diungkapkan sopir bus pariwisata Jepara – Jogja, Yanto. Sama dengan Jojo selain tidak berdampak kemacetan lalu lintas di tengah Kota Jogja, driver yang sering mengantarkan wisatawan dari Jepara setiap seminggu dua kali ini juga mengaku bisa beristirahat sembari menunggu penumpangnya selesai berwisata.  “Ruginya ya kami ini jadi ndak bisa mampir beli oleh-oleh,” ungkapnya sambil tersenyum.

Dia juga mengeluh kesulitannya pada saat mencari lahan untuk parkir pada saat akan menurunkan tamu ke Malioboro. Karena musim liburan dia selalu mendapati Tempat Khusus Parkir di Kota Jogja selalu penuh, terpaksa harus membawa tamunya berkeliling, “Ya mau gimana saya harus mutar dulu sambil nunggu kesempatan kosong,” imbuhnya.

Beda dengan para sopir, wisatawan justru menilai wacana tersebut akan menyulitkan mereka. Supandi salah satunya. Warga Jepara, yang sudah berulang kali mengunjungi Kota Jogja menilai, saat bus dilarang masuk kota, wisatawan harus menambah biaya transportasi lagi. “Otomatis kami paling nambah biaya lagi karena harus menggunakan shuttle,” ungkapnya.

Kendati demikian, dia menyarankan sebaiknya shuttle itu ditentukan di beberapa titik yang terdekat dengan kawasan wisata. Lantaran jika bus itu berhenti di terminal dia menilai terlalu jauh jika wisatawan harus menuju kawasan wisata maupun Kota Jogja itu sendiri. “Kalau terminal kan terlalu jauh, jadi kalau bisa jangan hanya satu tempat saja tapi bisa di beberapa tempat,” sarannya.

Ketika dikonfirmasi Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Jogja Agus Arif Nugroho mengaku wacana tersebut bukan untuk mempersulit wisatawan. Dia mencontohkan pengelolaan lalu lintas di lokasi wisata di luar negeri, yang kendaraan besar tidak sampai jantung kota.

“Kami tidak mempersulit, pemerintah kok mempersulit,” tuturnya. Tapi dia juga mengakui ada kendala untuk angkutan wisatawan dari lokasi parkir di luar kota ke tempat wisata. Termasuk terkait biayanya. “Tapi pada dasarnya biaya hal yang realistis manakala bisa dikompromikan,” tambahnya.

Mantan Camat Gondomanan itu juga mengatakan larangan bus berdimensi besar masuk kota masih dikaji di Forum Lalu Lintas DIJ. “Ta seandainya diterapkan, harapan kami semua bisa menyesuaikan. Tentu akan kami kaji detail teknisnya,” kata dia. (cr15/pra/er)