JOGJA – Setelah melewati periode Hari Raya Idul Fitri pada Juni lalu,  inflasi Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ) tercatat 0,25 persen. Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan Mei yang mencapai 0,45 persen.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Jogjakarta Hilman Tisnawan menjelaskan, penurunan inflasi tersebut seiring dengan penurunan tekanan kelompok makanan bergejolak seperti daging, telur, dan kebutuhan pokok lainnya.

Pada kelompok makanan tersebut mengalami deflasi -0,28 persen. Jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode Mei 0,89 persen. “Rendahnya inflasi tak lepas dari upaya tim pengendali inflasi daerah (TPID) dalam menjaga pasokan pangan yang cukup selama Lebaran lalu,” jelas Hilman Rabu (3/7).

Realisasi impor bawang putih menjaga pasokan stok di pasaran juga berpengaruh. Diakuinya, sempat terjadi lonjakan harga terhadap komoditas ayam ras di awal lebaran. Namun lonjakan tersebut tidak berlangsung lama hingga menciptakan deflasi -3,04 persen.  Penurunan tersebut, juga didorong oleh produksi yang jumlah melebihi jumlah permintaan pasar, yang mengakibatkan stok berlimpah.

Sementara deflasi sempat tertahan akan lonjakan harga cabai selama lebaran. Peningkatan harga disebabkan oleh kekeringan yang melanda sejumlah sentra produksi. “Sementara permintaan sampai dengan Idul Fitri cukup tinggi,” terangnya.

Dijelaskan faktor tekanan yang memperngaruhi inflasi lainnya berasal dari trnasportasi. Pada masa Lebaran terjadi kenaikan harga tiket moda transportasi udara dan darat. “Tapi saya yakin periode Juli ini inflasi dari sektor ini bisa terkendali seiring stabilnya harga tiket,” terangnya. (bhn/din/by)