GUNUNGKIDUL – Kekeringan saat musim kemarau sudah menjadi tradisi tahunan di Gunungkidul. Warga kesulitan memperoleh air bersih. Belum ada solusi ampuh untuk menuntaskannya.
Beberapa wilayah di Gunungkidul krisis air. Pasokan air bersih sulit diperoleh.
Warga pun harus bekerja keras mencari air. Bahkan, harus mengeluarkan uang untuk membeli air.
Belum tuntasnya persoalan pemenuhan kebutuhan air bersih di Gunungkidul menjadi sorotan wakil rakyat. Anggota parlemen Gunungkidul menyebut, dukungan anggaran sudah ideal. Akan tetapi, sampai dengan saat ini fenomena kekurangan air masih saja dirasakan oleh masyarakat.
Anggota Komisi D DPRD Gunungkidul Heri Nugroho mengatakan, bukan menjadi rahasia umum bahwa di bawah tanah Bumi Handayani tersimpan sumber air. Ketersediaan air melimpah. Namun, kesulitan dinaikkan air ke permukaan.
”Kita selalu mendengar jawaban seperti itu dari eksekutif. Jawabannya kan, tidak sulit. Ya, dinaikkan saja (air bawah tanah) ke permukaan. Kalau butuh dana, pasti disediakan,” kata Heri saat dimintai keterangan mengenai keluhan warga yang selalu kurang air setiap musim kemarau.
Ada banyak dukungan anggaran yang dapat diterapkan. Selain APBD Gunungkidul, angagran dapat diperoleh melalui Pemprov DIJ dan pemerintah pusat.
Khusus APBD, setiap tahun ada anggaran khusus untuk PDAM Tirta Handayani Gunungkidul. penyertaan modalnya mencapai miliaran rupiah.
”Bahkan hingga 2029 nanti, penyertaan modal ke PDAM setiap tahun sebesar Rp 5 miliar. Di tahun-tahun sebelumnya pernah mencapai Rp 15 miliar per tahun,” ungkapnya.
Terlepas dari kendala di lapangan yang dihadapi PDAM, Heri berkeyakinan jika muaranya butuh dukungan anggaran pemerintah maka dewan selalu siap. Berapapun dukungan anggaran yang dibutuhkan, hal terpenting adalah kebutuhan air masyarakat terpenuhi.
”Jangan sampai kemudian hanya konsentrasi pada penambahan SR (sambungan rumah) saja. Ketersediaan air bagaimana?” ujarnya.
Heri memiliki sejumlah catatan. Salah satunya, hingga sekarang masih ditemukan kasus distribusi air PDAM hanya nyala pada malam hari. Distribusi air ke rumah-rumah warga dilakukan secara bergilir.
Berpihak pada hal itu, persoalan debit air PDAM harus diperhatikan. Kebutuhan air masu\yarakat wajib dipernuhi.
“Anggaran cukup, kurang apa lagi?” ucapnya.
Sementara itu, seorang warga Panggang III, Giriharjo, Panggang, Rino Caroko mengaku sering mengalami kejadian distribusi air dari PDAM Tirta Handayani mampet. Ketika keran dibuka ternyata yang keluar hanya angin.
”Karena air merupakan kebutuhan dasar, terpaksa membeli air dari swasta dengan harga sekitar Rp 110 ribu per tanki. Akibatnya, pengeluaran anggaran rumah tangga membengkak. Pelanggan harus beli air dari pihak swasta karena air PDAM sering mampet,” keluhnya. (gun/amd/fj)