KULONPROGO – Tingginya kasus pernikahan dini, ternyata berhubungan dengan angka perceraian di Kulonprogo. Pernikahan dini memicu tingginya angka perceraian. Dari 2.700 angka pernikahan tahun lalu, 600 di antaranya kandas, alias cerai.

Demikian dikatakan Kepala Kantor Kementerian Agama Kulonprogo, Nurudin Kamis (4/7). ‘’Selain pernikahan dini, perceraian juga dipicu perselingkuhan, ekonomi, dan kekerasannya dalam rumah tangga (KDRT),’’ kata Nurudin.

Pernihakan dini atau di bawah umur menjadi penyebab perceraian. Sebab pasangan tersebut sebenarnya belum siap berumah tangga.

Nikah dini terjadi karena hamil di luar pernikahan. Akibat pergaulan remaja yang semakin permisif terhadap pergaulan bebas.

Konselor Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kulonprogo, Siti Fatimah mengatakan, hingga November 2018, ada 38 pasangan mengajukan konseling. Mereka berharap mendapatkan dispensasi pernikahan usia dini. Padahal pasangan tersebut belum siap membangun rumah tangga.

Mereka mengajukan dispensasi pernikahan karena terpaksa. Baik dipaksa orang tua karena tak kunjung menikah, atau kasus hamil di luar nikah.

“Sedikit yang menikah berlandaskan cinta. Pengakuan mereka saling cinta. Setelah diselidiki, sudah hamil duluan, jadi terpaksa menikah,” kata Siti.

Apalagi untuk pasangan yang masih usia sekolah. Secara ekonomi dan mental juga belum siap menikah.

Dinas Sosial Kulonprogo mencatat ada kenaikan jumlah pernikahan dini. Pada 2018, terdapat 38 pernikahan di bawah usia. Pada 2017 hanya sebanyak 36 kasus.

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, Dinas Sosial PPPA Kulonprogo, Woro Kandini mengatakan, jumlah yang tidak terdata kemungkinan lebih banyak. Ada kemungkinan menikah siri. Tidak tercatat negara.

“Pernikahan siri marak di Kulonprogo namun sulit didata,” kata Woro.

Pernikahan dini punya banyak risiko. Secara biologis tubuh perempuan belum matang. Namun sudah harus mengandung. Berisiko kematian ibu saat melahirkan.  (tom/iwa/fj)