BANTUL- Warga Padukuhan Ngrancak RT 01, Sriharjo, Imogiri, terpaksa memanfaatkan air sungai untuk mandi dan mencuci. Ini karena sebagian sumur warga mulai mengering. Selain terdampak kemarau, wilayah itu merupakan kawasan terdampak banjir Badai Cempaka 2017 dan banjir bandang 2018.

Hal itu dirasakan Soginah. Hidup seorang diri, lansia berusia 64 itu mengandalkan Sungai Oya yang tak jauh dari rumahnya. Untuk keperluan mandi dan mencuci baju, dia harus turun ke sungai. Dia terkadang mengambil air sungai untuk dibawa ke rumah. Untuk sekadar mencuci piring dan keperluan lain.

“Kalau untuk masak dan minum, saya minta air ke tetangga. Kebetulan sumurnya masih ada air,” ungkap lansia itu Senin (8/7). Dikatakan, sumur mulai kering sejak 2017 lalu. Pada 2019 makin parah. Sumur dengan kedalaman 15 meter itu kering tak tersisa air.

Hal yang sama dialami Poniyem, 65. Menurutnya, kondisi ini baru dirasakan dua tahun terakhir. Biasanya meski kemarau panjang sumur masih bisa diambil airnya. Toh sumur lokasinya tak jauh dari sungai.

”Ya, dua tahun ini air sumur kok kering. Habis banjir mulai kering. Saya kalau minum beli air, satu galon Rp 22 ribu,” kata dia sembari mencuci di Sungai Oya. Kendati begitu, kata dia, apabila musim hujan sumber air sumur bakal mengalir dan bisa kembali dikonsumsi.

Tak hanya itu, untuk menjangkau kebutuhan air sehari-hari, warga mulai memasang pompa air di pinggir sungai. Mereka menyambung paralon-paralon kecil dan mengalirkan ke rumah masing-masing.

Ditemui di kediamannya Dukuh Ngrancak, Poniyem mengatakan, Padukuhan Ngancak menjadi salah satu terdampak banjir. Dampak terbesar berada di RT 01. Usai banjir 2018 lalu, sejumlah sumur rusak. Air sumur semakin keruh dan air menguning, tak layak konsumsi. Sebagian juga sudah mengering.

”Ada lima sumur milik warga yang sudah kering,” katanya. Dia menyebut, pasca banjir 2017 dan 2018 sudah banyak warga lainnya yang memperdalam sumur dengan suntik sumur. Bahkan kedalaman ada yang mencapai 30 meter untuk mendapatkan air.

”Ya, mau nggak mau warga harus beli air. Tidak dapat bergantung donatur. Paling tidak bisa memenuhi tampungan air yang sudah dipasang beberapa titik,” katanya.

Untuk kebutuhan air konsumsi, warga biasa membeli 1.000 liter air dengan harga Rp 20 ribu. Sementara warga harus mengeluarkan kocek untuk menyewa pikap. Belum ada jaringan PAM yang menjangkau wilayah tersebut. Namun, pihaknya sudah mengajukan melalui anggaran pendapatan belanja desa (APBDes).

Dihubungi melalui telepon, Lurah Desa Sriharjo Titik Istiyawatun Hasanah mengatakan, sumur kering melanda di Desa Sriharjo bagian timur. Di tiga padukuhan yakni Ngrancah, Pengkol dan Wunut. Pihaknya berupaya mencarikan bantuan.

”Ini sedang dicarikan bantuan. Selain kepada pemerintah, juga para donatur,” kata Titik. Dijelaskan, rata-rata wilayah terdampak bencana di sekitar pinggiran sungai. Disebabkan dasar Sungai Oya semakin dalam sehingga berpengaruh pada sumber air sumur. (cr6/laz/er)