JOGJA – PPDB tingkat SD, SMP dan SMA/SMK di DIJ telah usai.
Meski menimbulkan pro dan kontra, sistem zonasi yang diterapkan, dinilai menjadi andalan untuk meratakan dan meminimalisir adanya ketimpangan kualitas pendidikan. Sekolah diminta konsisten menjalankannya.
Ketua Dewan Pendidikan DIJ Prof Danisworo menyebut segala macam upaya untuk mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan akademik bukanlah hal yang tepat. Termasuk peenrapan metode pembelajaran dengan sistem kredit semester atau SKS. Menurut dia, pengelompokan antara siswa pintar dan kurang pintar tidak layak dilakukan sekolah. “Kalau di sekolah masih ada pengelompokan siswa, berarti masih ada diskriminasi”, ucapnya ketika dihubungi kemarin (9/7).
PPDB dengan zonasi, yang tidak mengacu nilai ujian nasional, sudah ideal untuk siswa. Menurut dia, kondisi kelas yang beragam adalah hal yang ideal. Kondisi itu dapat memacu siswa lain yang kurang pandai untuk mengejar ketertinggalan. Keberadaan siswa yang lebih pandai justru bisa memacu siswa yang kurang agar tidak ketinggalan. “Jadi jangan malah dikelompokkan, supaya bisa memotivasi yang lain,” paparnya. “Sedangkan untuk siswa yang memiliki kemampuan kurang bisa diberikan perlakuan khusus,” lanjutnya.
Menurut Danis, pengelompokan siswa diperbolehkan. Namun hanya dalam rangka mengejar ketertinggalan, dan dilakukan pada awal semester saja. “Pengelompokan tentu boleh dilakukan tapi hanya untuk menyetarakan kompetensi dari siswa yang berbeda sekolah, kalau diterapkan terus dan berkelanjutan jelas tidak tepat”, ungkapnya.
Adanya siswa dengan kompetensi masing-masing juga menuntut guru juga harus merubah cara berpikir. Guru, kata dia, juga harus menyesuaikan dengan kemampuan siswa yang ada. Guru yang mengajar di sekolah favorit, terbiasa mengajari anak yang mudah menerima pelajaran. “Saat ini kondisinya lebih heterogen, jadi guru harus memiliki kesadaran kalau siswa yang diajar saat ini berbeda dengan yang dulu,” tuturnya.
Dengan adanya sistem zonasi, guru di sekolah favorit akan menyadari bahwa kemampuan siswa menjadi lebih bervariasi. Danis memaklumi ada sebagian guru di sekolah favorit yang merasa kesulitan, karena mereka terbiasa mengajar siswa yang pandai. Tapi itu bisa sebagai tantangan guru.
Lebih jauh, untuk menangani beragamnya kemampuan siswa, peningkatan kompetensi dan kualitas guru harus diperhatikan. Salah satu caranya adalah dengan melakukan pendidikan dan pelatihan serta mutasi tenaga pendidik. “Guru dan kepala sekolah yang berprestasi mengembangkan mutu pendidikan suatu sekolah harus dimutasi ke sekolah yang secara kualitas masih di bawah standar,” ucapnya.
Sebelumnya pelaksanaan tes akademik bagi siswa yang dinyatakan diterima di SMP 5 Jogja dipertanyakan. Pimpinan Komisi D DPRD Kota Jogja Antonius Fooki Ardiyanto menilai, berdasarkan Permendikbud nomor 158 tahun 2014 tentang SKS, untuk pengambilan SKS berdasarkan prestasi satuan pendidikan sebelumnya.
(cr16/pra/by)