JOGJA – Sudah masuk tahun ajaran baru, tapi banyak sekolah swasta yang masih memasang papan pengumuman Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB). Minimnya jumlah peserta didik berpengaruh terhadap Bantuan Operasional Sekolah Daerah (Bosda) yang diterima SMA/SMK swasta.

Seperti di SMK Marsudi Luhur 1 Jogja, yang masih membuka PPDB sampai awal September. Kepala Sekolah SMK Marsudi Luhur 1 Jogja, Alamria Br Ginting mengatakan, dari 80 peserta didik untuk empat rombongan belajar (rombel) tetapi baru 45 siswa yang diterima. “Ya kami buka pendaftaran lagi sampai awal September, ” tutur Alam Selasa (16/7).

Alamria menuding penurunan karena adanya penambahan kuota di sekolah negeri. Dari awalnya 32 siswa menjadi 36 siswa per rombel. Pihak sekolah terus mempromosikan sekolah yang sudah terakreditasi A itu. “Ya kalau ada kami terima, gak ada ya kosong,” tuturnya.

Mengosongkan bangku berarti sekolah harus siap menerma Bosda dalam jumlah yang lebih kecil. Pihak sekolah harus mengetatkan ikan pinggang. Pihaknya akan melakukan pemangkasan berbagai kegiatan yang sudah direncanakan di awal, “Ya kegiatan yang tidak penting-penting sekali tidak kami laksanakan melihat kondisi seperti ini,” imbuhnya.

Dia pun meminta Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIJ lebih bijak terkait Bosda tersebut. Dibandingkan dengan sekolah negeri kata dia, yang memiliki biaya operasional ditanggung oleh pemerintah. Dia meminta rombel di sekolah negeri dikurangi.”Kami mau sedikit atau banyak yang menjadi tanggungan sekolah tetap sama sementara pendapatannya kami semakin berkurang. Jadi kuota negeri kalau bisa 30 orang per rombel sisanya bisa buat swasta,” jelasnya.

Sekolah swasta yang meluluskan siswa siap bekerja ini telah menerima dana Bosda tahap pertama atau semester pertama sebesar Rp 800.000 per siswa per tahun. Dibagi dalam dua tahap dari jumlah keseluruhan 156 siswa saat itu. Separonya Rp 400.000 per siswa sudah cair di tahun ajaran 2018/2019. Sedangkan tahun ajaran baru ini sekolah tersebut menampung 127 siswa lebih rendah dibandingkan tahun lalu. “Ya kami harus kencangkan ikat pinggang lagi dalam mengelola keuangan harus hati-hati,” tambahnya dengan pasrah.

Kepala Seksi Perencanaan dan Pendataan Pendidikan Diadikpora DIJ Suci Rochmadi mengakui dana Bosda tergantung dari jumlah siswa. Untuk sekolah negeri di DIJ setiap anak khusus SMA mendapatkan alokasi anggaran Rp 2,1 juta dan SMK sebesar Rp 2,4 juta per tahun.”Jadi kalau nanti di sekolah kekurangan siswa memang akan berdampak,” jelas Suci ketika ditemui di ruang kerjanya,.

Anggaran Bosda ini juga diperuntukkan atau dihibahkan untuk sekolah swasta se-DIJ namun dengan kategori tertentu. Seperti jumlah siswa mencapai kategori 200 siswa lebih akan diberikan Rp 400.000 per anak pertahun. Sedangkan jika siswanya lebih rendah daripada itu maka diberikan Rp 300.000 per anak pertahun.

Untuk sekolah swasta, Bosda dicairkan di semester pertama dan kedua. Semester pertama lalu telah dialokasikan pencairan untuk SMA/SMK swasta se-DIJ sebesar lebih dari Rp 13 Miliar dan MA sebesar lebih dari Rp 1 Miliar dari total pagu anggaran sebesar lebih dari Rp 42 Miliar. Sehingga tahap kedua sisanya akan dialokasikan pada Oktober tahun ajaran 2019/2020.

Mengatasi kekurangan siswa, Suci mengaku Disdikporan akan mengadakan program retrieve atau program kembali ke sekolah. Merekrut anak-anak usia masuk sekolah pendidikan menengah agar bisa kembali ke sekolah. “Sebentar lagi lah ini, karena memang jangan sampai juga daya tampung yang ada tidak terisi,” jelasnya.

Tapi Suci menampik kekurangan siswa di sekolah swasta akibat penambahan kuota rombel di sekolah negeri pada tahun ajaran ini. “Secara aturan data pokok pendidikan idelanya per rombel diisi oleh 36 siswa,” ungkapnya. (cr15/pra/by)