MAGELANG – Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Gunawan mengatakan sistem peringatan dini (early warning system/EWS) di berbagai daerah tidak terhubung langsung ke BPBD. Minimnya anggaran menjadi penyebabnya.
Meski anggaran terbatas, banyak lokasi rawan harus dipasangi EWS. Pihaknya menekan biaya dengan membeli alat EWS yang murah. Dia yakin, dengan melibatkan masyarakat, berbagai bencana dapat ditanggulangi.
“EWS tersebut ada yang termonitor di sini, ada yang manual. Terpaksa (seperti ini) karena butuhnya banyak EWS. Sehingga ada yang manual ada yang semi-otomatis, ada yang terhubung langsung,” kata Gunawan.
EWS saat ini telah terpasang di daerah rawan longsor Kabupaten Magelang. “Ada yang bantuan BNPB, provinsi, dan APBD,” kata Gunawan.
Untuk pengamatan Gunung Merapi hanya satu alat pemantau aktivitas vulkanik. Selebihnya, seperti angin puting beliung dan gempa, belum ada sistem deteksi dini.
Setidaknya empat daerah dipantau langsung BPBD. Di antaranya Margoyoso, Kalirejo, Bigaran, dan Giripurno. Selebihnya, alat deteksi dini dipantau tim siaga yang terbentuk di tiap desa.
“Tim siaga yang melakukan pengawasan EWS. Kalau ada kejadian, langsung lapor ke kami,” jelas Gunawan.
Sekalipun EWS dikelola masyarakat setempat, status alat tetap milik BPBD. Pihaknya berusaha menanamkan pemahaman masyarakat agar menjaga alat tersebut. Untuk meminimalisasi risiko saat terjadi bencana. Masyarakat dilibatkan saat pemasangan dan pemantauan.
Tim siaga dibina untuk menggunakan alat tersebut. Mereka juga diberi pemahaman bagaimana merawat alat, agar tidak rusak. Jika ada kerusakan, BPBD yang akan memperbaiki.
Jika alat tersebut hilang, pihaknya akan menegur ketua tim siaga sebagai penanggung jawab. “Kunci kontak diserahkan ke ketua tim siaga. Kalau hilang, yang kami tegur ketua tim siaga,” kata Gunawan. (cr10/iwa/by)