JOGJA – Pondok Pesantren Penghafal Alquran (PPPA) Raudhatul Jannah menggelar dialog Pengembangan Pariwisata Halal bersama Tim Percepatan Wisata Halal, di Kampus Fakultas Peternakan UGM, Kamis (11/7). Ini merupakan tindak lanjut rencana pengembangan pariwisata halal di kawasan pantai selatan DIJ.

Pada pertemuan, yang diinisiasi oleh pasangan pemilik PPPA Radhatul Jannah, Bodowaluh, Karang, RT4 Poncosari, Srandakan, Bantul, Drs Sidiq Pramana Widagda MM, dan Dr Rer Nat Hj Lina Aryati MS, ini digali lebih dalam potensi SDM dan alam yg ada di dusun Bodowaluh dan Karang. Untuk diangkat sebagai wisata yang halal dan Islami. Tema diskusi kali ini lebih ditekankan kepada Pengembangan Dakwah PPPA Raudhatul Jannah dengan Program Wisata Halal dan Peningkatan Ekonomi Umat.

Hadir dalam diskusi ini Dekan Fapet UGM Ustadz Prof Dr H Ali Agus DAA DEA yang terkenal dengan  bukunya yang berjudul Jihad Pangan, dan aktif membina peternak di pesantren. Kemudian Dosen IPB Prof Dr Sugeng Budiharsono, yang terkenal dengan bukunya Pembangunan Desa Zaman Now. Selanjutnya Ketua IHGM Kukuh Wibawanto, Ketua STP AMPTA Drs Prihasto MM, General Manager Atrium Hotel and Resort Adin Jumiadi SE MPar, Perwakilan Pengurus PPPA Raudhatul Jannah H Suhardiono SE, Ketua Pokdarwis Eko Budi Santoso SPd, dan Pengajar PPPA Raudhatul Jannah Ustadz Zaki Al Hafidz. Diskusi dipandu oleh Dosen UMBY dan konsultan IHGMA Tantiarini Hidayati BBA MSc.

Pemilik PPPA Radhatul Jannah Drs Sidiq Pramana Widagda MM bermaksud mensinergikan pondok pesantren dengan masyarakat sekitarnya. Tujuan dari Wisata Halal memang untuk meningkatkan ekonomi warga. “Harapannya bisa terintegrasi dan memberdayakan masyarakat. Misalnya Agustus nanti kita akan menerima 30 orang dari kelompok pengajian Hotel Eastparc untuk belajar mengaji,” ujarnya.

Perwakilan Pengurus PPPA Raudhatul Jannah H Suhardiono SE mengatakan, program pemberdayaan umat tujuannya meningkatkan produktivitas masyarakat setempat. Seperti makanan tradisional yang diolah menjadi sesuatu yang unik dan menjadi ciri khas. Bantul sendiri adalah pusat penghasil gula kelapa tapi pemanjat pohon kelapa masih tradisional sehingga produktivitas sangat rendah.

“Jadi kalau sekarang sehari penderes memiliki penghasilan Rp 60 ribu dari hasil penjualanya 3 kg gula. Maka dengan alat ini bisa memproduksi 9 kg sehingga penghasilan menjadi Rp 180 ribu per hari,” papar pensiunan Kepala Dinas Perdagangan Bantul ini.

Dekan Fapet UGM Ustadz Prof Dr H Ali Agus DAA DEA berkeinginan meningkatkan konsumsi daging dan susu di masyarakat. Maka dari itu, Dies dan Lustrum Fapet UGM yang akan digelar, salah satu agendanya adalah Festival Sate Klathak dan pemecahan rekor MURI. Sejalan dengan rencana pengembangan Wisata Halal, apa yang bisa disinergikan adalah pengetahuan dan network. Prof Ali menyebutnya sebagai Jihad kedaulatan pangan pondok pesantren.

“Bisa mendatangkan orang, itu intinya. Oleh karena itu, jangan hanya satu even, tapi Wisata Halal harus mengusung multi even. Karena yang dicari orang sekarang adalah experience dan keunikan.

Dosen IPB Prof Dr Sugeng Budiharsono, yang terkenal dengan bukunya Pembangunan Desa Zaman Now, lebih menyoroti sisi branding produk dan tempat yang sangat penting. Keduanya harus bisa berjalan. Kemudian inovasi dan kreativitas harus mengikuti. “Untuk sebuah destinasi wisata, minimal ada 12 even kalender per tahunnya. Jangan lupa menonjolkan hal yang unik,” jelasnya.

Menurut Prof Sugeng, jika nantinya ada beberapa desa maka harus ada kesepakatan produk unggulannya. Jika unik orang akan mau datang. Apa yang berbeda dari tempat yang lain. “Branding harus baik dan bisa membekas di ingatan orang. Memanfaatkan media sosial pasti harus dilakukan. Pokoknya branding harus menyeluruh,” terangnya.

General Manager Atrium Hotel and Resort Adin Jumiadi SE MPar siap mensupport pelatihan tentang pelayanan akomodasi ala hotel. “Tentang food and beverages chef kami siap memberikan ilmunya. Kemudian untuk housekeeping kami juga akan memandu warga masyarakat agar memehami seluk beluk dunia perhotelan,” janjinya.

Ketua STP AMPTA Drs Prihasto MM ingin melibatkan warga sekitar untuk Wisata Halal. Dan karena di Jogja, maka harus ada label budayanya. “Jangan lupa desa harus dikemas sedemikian rupa agar menarik untuk berswafoto. Pesantren pun harus demikian setingan ruangannya,”imbuhnya.

Ketua IHGM Kukuh Wibawanto menginginkan kerajinan dan kreativitas warga diakomodir. “Tapi sekali lagi Mindset mau kerja keras harus dimiliki,” pesannya.

Ketua Pokdarwis Eko Budi Santoso SPd menuturkan, jika rencana bahwa wajah Jogja ada di “Selatan” terealisasi, tentunya kita tidak ingin masyarakat hanya menjadi penonton. Optimalisasikan kawasan pantai. “Tentunya semua ingin kampungnya jangan sampai hanya dilewati, tetapi agar bisa disinggahi harus dipersiapkan fasilitas yang memadai dan terstandar,” katanya.

Terakhir, Prof Sugeng mengingatkan untuk mengubah mindset masyarakat. Jangan mengandalkan bantuan pemerintah, tetapi harus mandiri dan berdikari. Karena, lanjut dia, waktu yang dibutuhkan untuk sebuah desa wisata berkembang, tergantung pada semangat masing-masing. “Harus punya Appreciative Inquiry, yakni memandang segala sesuatu dari sudut pandang yang positif, semisal banjir itu banyak ikan setelahnya,” kata dia. (*/pra)