Yogyakarta memiliki peran istimewa bagi Republik Indonesia. Ketika pemerintahan belum mapan, pada 1949 diselenggarakan Konferensi Inter Indonesia I. Konferensi ini menyepakati hal-hal penting bagi tegaknya Republik Indonesia.

Suasana Republik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agutus 1945 hingga 1949 belum sepenuhnya stabil. Pada tahun 1949, ada sejumlah peristiwa yang harus disikapi oleh pemerintah Indonesia. Salah satunya yakni menyiapkan delegasi untuk mengikuti Konferensi Meja Bundar (KMB).

SELARAS: Mohammad Hatta dan Sri Sultan HB IX di sela konferensi inter indonesia I di Yogyakarta

Saat itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta sudah kembali berada di Yogyakarta. Mereka sebelumnya diasingkan oleh Belanda.

Maka, dirancanglah delegasi yang bakal mewakili Indonesia dalam forum tersebut. Begitu pemerintah Indonesia berfungsi kembali, disusunlah delegasi Indonesia ke KMB. Diputuskan menunjuk Mohammad Hatta untuk memimpin delegasi.

Meski demikian, posisi Indonesia tetap harus diperkuat. Dalam rangka itu, diselenggarakan sebuah konferensi khusus. Yakni, Konferensi Inter Indonesia.

Konferensi ini dilaksanakan di dua tempat. Pertama, di Yogyakarta pada 19-21 Juli 1949. Kedua, di Jakarta pada 31 Juli sampai 2 Agustus 1949.

Konferensi Inter Indonesia adalah konferensi yang dilakukan antara Negara Indonesia dan Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO/Badan Permusyawaratan Federal). BFO merupakan sebuah badan yang merupakan kumpulan negara-negara bagian bentukan Belanda.

Saat itu, di Indonesia ada banyak negara bentukan Belanda. Belanda memiliki maksud khusus dalam pembentukan negara BFO. Belanda bermaksud menguasai kembali Indonesia. Negara bentukan itu terdiri dari 16 negara dan dibagi ke dalam tiga kawasan kekuasaan.

Daerah kekuasaan pertama yaitu mencakup Pasundan, Indonesia, Jawa Timur, Negara Indonesia Timur, Madura, Sumatera Selatan, dan Sumatera Timur.

Daerah kekuasaan kedua meliputi Riau, Jawa Tengah, Dayak Besar, Bangka, Belitung, Kaltim, Kalbar, Kalteng, Banjarmasin. Sedangkan saerah kekuasaan ketiga terdiri dari wilayah Indonesia yang tidak masuk ke dalam negara bagian.

Konferensi Inter Indonesia adalah konferensi yang melibatkan pemerintah Republik Indonesia dan BFO.

SEPAKAT: Peserta Konferensi Inter Indonesia I di Yogyakarta

Konferensi Inter Indonesia I dan Konferensi Inter Indonesia II merupakan momentum penting untuk menciptakan kesamaan pandangan dalam menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi tersebut diselenggarakan setelah para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta.

Konferensi Inter Indonesia I di Yogyakarta dipimpin oleh Mohammad Hatta. Konferensi Inter Indonesia II dipimpin Sultan Hamid selaku ketua BFO. Sedangkan wakil negara-negara bagian dipimpin Gubernur Jenderal Belanda Hubertus Johannes Van Mook.

Fokus pembicaraan dalam Konferensi Inter Indonesia ini terkait pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS). Persoalan yang dibahas antara lain tata susunan dan hak pemerintah RIS. Selain itu, kerja sama antara RIS dan Belanda dalam bentuk Perserikatan Uni.

Konferensi Inter Indonesia di Yogyakarta berhasil menyepakati lima hal. Pertama, Negara Indonesia Serikat akan diberi naama Republik Indonesia Serikat. Kedua, Merah-Putih adalah bendera kebangsaan. Ketiga, Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan. Keempat, bahasa nasional adalah Bahasa Indonesia. Kelima, 17 Agustus adalah Hari Kemerdekaan.

Secara umum, hasil yang disepakati dalam Konferensi Inter Indonesia I ini merupakan penekanan dari konsensus nasional sejak 17 Agustus 1945. Konsesnsus nasional itu diimplementasikan dalam perjuangan bangsa.

Konferensi Inter Indonesia I di Yogyakarta usai, dilanjutkan Konferensi Inter Indonesia II di Jakarta. Konferensi ini bertempat di Gedung Pejambon, Jakarta.

Ada sejumlah kepekatan penting yang berhasil dicapai. Salah satunya BFO mendukung penuh tuntutan yang diajukan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatan-ikatan politik ataupun ekonomi.

Konferensi juga memutuskan sejumlah hal penting lainnya. Ada tiga keputusan terkait bidang militer atau pertahanan. Pertama, Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional. Kedua, TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL, dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut. Ketiga, pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri. (*)