JOGJA – Penataan pedagang kaki lima (PKL) di kawasan Malioboro bukan perkara mudah. Yang terbaru wacana untuk memindahkan PKL yang tergabung dalam Pemalni ke area pedestrian dan membelakangi PKL yang tergabung dalam Koperasi Tri Dharma.
Bahkan bersama Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Pandawa, perwakilan Koperasi Tri Dharma mendatangi Balai Kota Jogja Senin (22/7).Ketua Koperasi Tri Dharma Mudjiyo mengatakan, sebanyak 920 pedagang terbagi kedalam 27 kelompok menolak wacana tersebut. “Wacana ini yang jelas akan timbul banyak permasalahan,” kata Mudjiyo.
Dengan saling membelakangi, dia menyebut, di lapak yang ukurannya hanya 1,5 meter, akan memperkecil ruang. Bahkan ada yang terpotong trotoar pejalan kaki. “Jelas karena kita tidak bisa leluasa, kalau ada orang beli kami mau gimana tidak bisa melayani pembeli karena kesempitan,” jelasnya.
Dalam konsep penataan tersebut, PKL yang tergabung dalam Paguyuban Pelukis, Perajin dan PKL Malioboro-Ahmad Yani (Pemalni), yang sebelumnya menempel di toko akan digeser ke sisi timur PKL Tri Dharma. Itu artinya PKL Tri Dharma yang selama ini di sisi terluar akan tertutupi PKL Pemalni.
Sebelumnya Ketua Pemalni Slamet Santoso mengaku mendengar adanya wacana tersebut. Nantinya jika terealisasi akan dibuatkan kanopi bagi PKL Pemalni yang menghadap ke pedestrian. “Kami pada dasarnya sepakat ditata, termasuk pindah ke sisi luar pedestrian,” ungkapnya.
Konsep PKL ungkur-ungkuran (saling membelakangi) tersebut sebenarnya desai awal yang keluar setelah selesainya sayembara penataan Malioboro 2014 silam. Wakil Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral DIJ Bambang Widyo Sadmo, saat menerima paguyuban pengusaha malioboro di kantornya 19 Juni lalu, juga menyebut desain tersebut merupakan salah satu gagasan penataan PKL. Itu termasuk salah satu materi sosialisasi desain awal, 2014 lalu. “Itu bukan detail engginering design (DED), jadi memang masih bisa berubah,” tuturnya. (Radar Jogja, 20 Juni 2019).
Sementara itu Wali Kota Jogja Haryadi Suyuti menyebut sudah ada kesepakatan bersama PKL dan Pemkot untuk penataan PKL. Meski tidak secara tegas dia mengatakan konsepnya saling membelakangi seperti yang diwacanakan. HS juga menolak jika penataan disamakan dengan menggusur. “Kami tidak menggusur pedagang, tetapi menata pedagang dan ini konsep yang dulu disepakati bersama,” tegasnya.
Terkait dengan ketakutan akan mengecilnya ruang berjualan, HS menjawab,”Sekarang ini Malioboro yang besar itu apanya? Dagangan itu sing gede dagangane opo gerobake.” (cr15/pra/by)