JOGJA – Dinas Kesehatan (Dinkes) DIJ memastikan suspect antraks yang sempat melanda hewan kurban di Bijiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, negatif. Namun masyarakat tetap harus mewaspadai peredaran hewan ternak dari daerah-daerah yang selama ini menjadi endemi antraks.

Kasi Pencegahan Penyakit Dinkes DIJ Trisno Agung Wibowo menjelaskan, Mei lalu Dinkes menerima laporan adanya suspect antraks terhadap hewan kurban yang ada di Gunungkidul. Kecurigaan itu didapat setelah sebanyak lima hewan ternak di Bijiharjo mati secara mendadak.

Dinkes kemudian melakukan pemeriksaan laboratorium guna mengetahu penyebab kematian hewan ternak tersebut. “Hasilnya negatif. Tidak ada penderita antraks di DIJ,” kata Trisno saat ditemui Jumat (26/7).

Pemprov telah melaksanakan rapat koordinasi menjelang persiapan Idul Adha tahun ini. Di mana upaya pencegahan dilakukan untuk melindungi masyarakat. Jangan sampai kejadian penyakit zoonis timbul akibat lengahnya pengawasan hewan ternak.

Dikatakan, meski DIJ negatif terhadap penyebaran antraks, kewaspadaan perlu terus ditingkatkan. Mengingat wilayah DIJ berbatasan dengan wilayah endemis antraks seperti Boyolali, Sragen, dan Semarang. “Maka dari itu mobilisasi ternak akan terus menjadi perhatian,” katanya.

Selain itu, pemprov mengingatkan kepada masyarakat untuk memperhatikan cara pembersihan hewan kurban. Hal yang dilarang yakni mencuci jeroan hewan kurban setelah di sembelih. “Ternyata hasil pemeriksaan di tanah positif spora. Spora di tanah bisa masuk melalui air yang ada di sungai,” jelasnya.

Selain itu, yang menjadi perhatian untuk mewaspadai penyebaran antraks adalah memasak daging hingga mendidih atau minimal 10 menit. Dengan pemanasan 100 derajat dan 10 menit, diyakini spora antraks akan mati. “Cuci jeroan dengan air mengalir di mana limbahnya dibuang ke lubang pembuangan yang benar,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian DIJ Sasongko memastikan kebutuhan hewan kurban dalam Idul Adha tahun ini mencukupi. Ketersedian hewan ternak untuk kebutuhan Lebaran haji ini mencapai 152.663 ekor sapi. “Jumlah itu baru ada di satu titik Gunungkidul,” jelasnya.

Belum lagi di Sleman jumlahnya mencapai 38ribu ternak sapi dan di Kulonprogo 3.048 ekor sapi. Sejauh ini Gunungkidul menjadi salah satu sentra mobilisasi hewan ternak dari luar DIJ.

Oleh karena itu sebagai langkah antisipasi, ternak yang masuk ke Gunungkidul dilakukan pemeriksaan di wilayah-wilayah perbatasan. “Masyarakat tidak perlu khawatir karena petugas kami akan terus memantau demi keterjaminan kurban yang beredar bebas dari antraks,” tambah Sasongko. (bhn/laz/by)