BANTUL – Kondisi keuangan RSUD Panembahan Senopati kian memburuk. Itu akibat seretnya pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan. Buruknya kondisi keuangan ini bahkan bisa berdampak serius pada layanan kesehatan. Rumah sakit pelat merah itu bisa kolaps.
Sebab, BPJS Kesehatan belakangan ternyata mengibarkan ”bendara putih”. Lembaga milik pemerintah ini telah melayangkan surat kepada Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI).
Ada beberapa poin dalam surat yang diteken Deputi Direksi Bidang Treasury dan Investasi BPJS Kesehatan Arief Witjaksono Juwono Putro pada 18 Juni itu. Antara lain, BPJS berencana membayar minimal 25 persen dari total tagihan bulanan. Maksimalnya 50 persen.
”Katanya, pelunasannya secara bertahap,” jelas Anggota Komisi D DPRD Bantul Sigit Nursyam di kantornya Kamis (1/8).
Dengan ketentuan itu, Sigit tak menampik bahwa tidak semua fasilitas kesehatan di Kabupaten Bantul terdampak langsung. Hanya, Sigit memastikan ketentuan itu berdampak serius bagi operasional RSUD.
Lantaran ketentuan itu untuk FKRTL (fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan) dengan tagihan bulanan di atas Rp 1 miliar. Dan, tagihan klaim rumah sakit yang terletak di Jalan Wahidin Sudiro Husodo itu rata-rata di angka Rp 7 miliar hingga Rp 8 miliar per bulan.
”Dengan asumsi tagihan Rp 8 miliar berarti BPJS hanya membayar sekitar Rp 2 miliar hingga Rp 4 miliar per bulan,” sebutnya.
Jajaran direksi RSUD Panembahan Senopati dan Dinas Kesehatan (Dinkes) Bantul telah membawa persoalan ini ke meja Komisi D DPRD Bantul. Termasuk saat pembahasan APBD Perubahan Tahun Anggaran 2019. Namun, hingga sekarang belum ada solusi jangka panjang.
Dalam surat dengan nomor 7348/IV.2/0619 itu, BPJS Kesehatan memang melampirkan daftar 26 bank mitra. RSUD bisa mengajukan dana talangan kepada salah satu di antaranya. Dengan agunan surat tunggakan klaim BPJS Kesehatan. Masalahnya, besaran dana talangan itu terbatas.
Pada pengajuan bulan ini, misalnya, RSUD hanya bisa mengajukan pinjaman dana talangan Rp 15 miliar. Itu tidak sebanding dengan total klaim BPJS bulanan yang akan menunggak.
Dari paparan manajemen RSUD, kata Sigit, BPJS Kesehatan memang berkomitmen melunasi semua tunggakan tagihan klaim bulanan. Persoalannya, tidak ada garansi kapan seluruh tunggakan itu dilunasi.
”Wallahu a’lam,” sindir politikus PKS ini.
Dikonfirmasi terpisah, Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Panembahan Senopati Agus Budi Raharja membenarkan perihal surat itu. Menurutnya, kebijakan baru BPJS Kesehatan bisa membuat RSUD kolaps. Sebab, kondisi keuangan RSUD sudah sangat mengkhawatirkan sebelum BPJS Kesehatan menggulirkan kebijakan baru.
Pada bulan Juli, misalnya, manajemen RSUD harus menunda pembayaran jasa pelayanan (jaspel) medis. Dokter, perawat, hingga tenaga medis lainnya harus merelakan penundaan jaspel.
”Totalnya (jaspel) Rp 3,8 miliar,” sebut Agus Budi Raharja melalui WhatsApp Kamis.
Kebijakan ekstrem itu diambil lantaran RSUD hanya memiliki simpanan dana cadangan Rp 5 miliar. Menurutnya, dana cadangan digunakan untuk membayar biaya operasional yang begitu urgen. Misalnya, belanja obat, bahan medis habis pakai, pembayaran air, telepon, listrik, hingga honor tenaga kontrak.
”Kami juga memiliki hutang Rp 21 miliar untuk operasional,” katanya.
Di sisi lain, BPJS Kesehatan masih punya tunggakan pembayaran klaim. Pejabat yang tinggal di Panggungharjo, Sewon, Bantul, ini menyebut nilai tunggakan mencapai Rp 27,1 miliar. Itu merupakan tunggakan klaim mulai bulan April hingga Juli.
”Sejak april belum mendapatkan transfer dari BPJS,” keluhnya.
Praktis, kebijakan baru BPJS kian membuat manajemen RSUD galau. Sebab, sekitar 90 persen pasien RSUD PS pemegang kartu BPJS Kesehatan. Pembayaran klaim minimal 25 persen tak akan mampu menutupi operasional.
”Kebutuhan operasional sekitar Rp 10 miliar per bulan,” tambahnya.
RSUD Wirosaban setali tiga uang. Rumah sakit milik Pemkot Jogja ini juga terancam kolaps. Itu buntut macetnya pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan.
”Totalnya (tunggakan) Rp 16 miliar,” sebut Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Jogja Antonius Fokki Ardiyanto Kamis.
Uang sebesar itu, kata Fokki, merupakan tunggakan pembayaran klaim bulan Maret hingga April. Hanya, Fokki menekankan, tunggakan itu juga akibat RSUD Wirosaban saat itu dalam proses akreditasi.
”Proses akreditasi nggak bisa dilakukan, karena wali kota belum menunjuk direktur baru,” katanya.
Hingga sekarang, RSUD masih menunggu hasil keputusan auditor Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sebab, keputusan itu pula yang menjadi dasar apakah BPJS membayar klaim atau tidak.
”Soal ini wali kota harus bertanggung jawab. Kalau tidak segera diselesaikan maka ada potensi kebangkrutan,” ingatnya.
Terpisah, Wali Kota Haryadi Suyuti menegaskan, pemkot telah menganggarkan Rp 11,7 miliar pada APBD Perubahan 2019. Itu untuk menutup tunggakan pembayaran klaim.
”Yang Maret dan April akan ditopang anggaran itu,” ujarnya. (cr15/zam/rg)